Dosa Kolonial Belanda kepada Muslim di Banda Maluku


Sejarah akan berulang, hakikatnya tetap sama yang berbeda adalah pelakunya. Sekarang ini, ketika kita mendengarkan berita Genosida – pembantaian – terhadap saudara kita di Suriah, Rohingya, Palestina, Afrika Tengah, Mesir dan dibelahan bumi yang lain. Tentu ketika iman ada dihati, nestapa tersebut akan membuat kita sedih. Muslim satu dengan yang lain “Ibarat satu tubuh, jika satu anggota yang sakit maka anggota yang lain ikut merasakan sakitnya”.
Dahulu, di Banda Naira pernah terjadi pembantaian yang dilakukan kolonial Belanda dalam melancarkan Misi mereka. Misi Belanda itu dikenal 3G (Gold, Glory, and Gospel).Gold keinginan untuk mengumpulkan kekayaan, Glory keinginan untuk mendapatkan wilayah jajahan, Gospel keinginan untuk menyebarkan agama Kristen. Kolonial Belanda dalam melancarkan misinya menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan. Namun, kisah pembantaian ini banyak yang tidak diketahui umat Islam disebabkan adanya distorsi sejarah atau memang buta akan sejarah masa lalu.
Banda Naira atau Banda Neira adalah satu pulau di kepulauan Banda. Tempat ini biasa dikenal dengan kecamatan Banda yang berada di Kabupaten Maluku Tengah. Kecamatan Banda terbagi dalam 6 desa yaitu Dwiwarna, Kampung Baru, Merdeka, Nusantara, Rajawali dan Tanah Raja.
Banda Naira dahulu menjadi pusat perdagangan rempah-rempah yang mempunyai nilai jual yang tinggi di Dunia. Namun, keamanan dan ketentraman penduduk di Banda Naira terusik dengan kedatangan Belanda. Dimana Belanda telah membentuk persekutuan dagang yang dikenal dengan VOC (VereenigdeOostindische Compagnie).
Genosida Penduduk Banda
Jan PieterzoonCoen, merupakan seorang gubernur Jendral VOC yang dikenal Kejam. Pada 27 Februari 1621 ia bersama pasukannya tiba di Benteng Nassau. Bangunan ini menjadi saksi bisu kekejaman J.P Coen di Banda. Coen datang dengan membawa satu armada yang terdiri dari 13 buah kapal besar, 36 buah perahu kecil buatan jawa dan 1.000 serdadu.
Selain itu, Coen juga membawa 286 orang hukuman dari Jawa yang ditugaskan sebagai pendayung kapal, ditambah lagi 100 orang serdadu sewaan dari Jepang. Tujuan mereka adalah untuk menciptakan monopoli perdagangan pala. Sejak zaman Coeninilah VOC di Asia benar-benar menyadari bahwa hanya ada satu cara untuk memperkokoh kekuasaannya dengan menghancurkan semua yang merintanginya. (Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2008, M. C.Ricklefs, hal 56-57).
Operasi penaklukan Banda dimulai pada 3 Maret 1621. J.P Coen dan pasukannya mulai menyerang Banda besar dipagi hari tanggal 11 Maret 1621. Hanya dalam sehari semalam mereka berhasil menguasai seluruh pulau itu. Desa Selamon – tempat awal Islam masuk ke Banda – dijadikan markas besar VOC disana.
Selain menguasai desa, mereka juga menyita balai desa untuk digunakan sebagai kantor Gubernur Banda yang baru yaitu Kapten Martin ‘t Sionck. Belanda juga menjadikan masjid disebelah balai untuk dijadikan penginapan pasukan serdadu Belanda.
Melihat penistaan terhadap tempat ibadah umat Islam ini. Orang Kaya -gelar untuk pemuka adat atau orang disegani diantara rakyat Banda – menolak masjid digunakan sebagai penginapan pasukan Belanda. Namun, Sionck tidak peduli dengan tanggapan orang kaya tersebut. Bahkan, ia juga tidak mengizinkan orang kaya dan penduduk desa menggunakan masjid sebagai tempat beribadah.
Pada malam 21 April 1621, lampu gantung dalam masjid terlepas dan jatuh ke lantai. Akibat kejadian ini, Sionck panik kemudian membangunkan perwira, pengawal dan para penjaga untuk mencari penyebab jatuhnya lampu itu. Sampai akhirnya, seorang anak kecil keponakan dari istri Orang Kaya Kalabahamengatakan bahwa jatuhnya lampu merupakan tanda untuk bersiap-siap menyerang pasukan Belanda.
Hanya mendapatkan informasiyang belum tentu kebenarannya itu dan bisa jadi anak kecil itu hanya asal ngomong saja. J.P Coen menangkap beberapa Orang Kaya Banda. Kemudian mereka dipaksa mengaku akan mengadakan persekongkolan menyerang Belanda. Satu kurungan bambu berbentuk bulat dibangun di luar Benteng Nassau. Delapan orang kaya paling berpengaruh digiring masuk kedalam kurungan. Kemudian mereka dibunuh oleh enam orang serdadu Jepang dengan menggunakan pedang yang tajam. Bahkan sampai-sampai jasad mereka dipotong-potong menjadi empat bagian. Ini menunjukkan betapa kejamnya penjajah Belanda.
Kemudian berikutnya 36 orang kaya lainnya dipenggal kepalanya, lalu dipotong-potong badannya. Setelah itu, potongan kepala dan badan ditancapkan pada ujung bambu untuk dipertontonkan kepada masyarakat Banda. Peristiwa ini memang sangat mengerikan.
Pembantaian 44 Orang Kaya Banda ini terjadi pada tanggal 8 Mei 1621. Menurut saksi mata, seorang Letnat Laut NecolasVan Waert, dimana ia menyaksikan dengan penuh kecemasan dan ketakutan. Ia mengatakan ke-44 orang kaya itu tidak mengucapkan apa-apa sebelum eksekusi kecuali satu orang yang bertanya, “Apakah tuan-tuan tidak merasa berdosa?” Barangkali kata ini sama sekali tidak pernah terlintas di benak J.P Coen yang dia pikirkan adalah kekuasaan. Ia tidak peduli untuk mencapai itu harus terjadi pertumpahan darah.
Nama-nama Orang Kaya yang dibantai atas perintah J.P Coen itu ditulis dalam dokumen sejarah atas laporan J.P Coen dalam buku ‘Coen Op Banda’ (Coen di Banda). Selain itu, tercatat pula 6.000 orang Banda dibunuh, 789 orang Banda diasingkan secara paksa ke Batavia – sekarang Jakarta, 1.700 orang Banda melarikan diri.
Ambisi Salibis
Konon sejarah pemusnahan rakyat Banda ini atas perintah dari De heeren XVII – Para Direktur VOC di Amsterdam – pada tahun 1915. Mereka mengatakan bahwa keberhasilan untuk menjajah kepulauan Banda dan menguasai rempah disana adalah dengan cara menghabiskan atau menghilangkan pimpinan yang dituankan rakyat secara besar-besaran. Sehingga rakyat yang tertinggal tidak mempunyai pemimpin perlawanan. (Maryam RL Lestaluhu, Sejarah Perlawanan Masyarakat Islam Terhadap Imperialisme di Daerah Maluku,hlm. 95—102)
Belajar dari sejarah pembantaian umat Islam di Banda ini. Telah memberitahukan kepada kita wajah asli orang-orang kafir dimana mereka senantiasa tidak senang kepada umat Islam, bahkan mereka berusaha mengeluarkan umat Islam dari agamanya. Kalau umat Islam tidak mau, mereka akan kerahkan kekuatan untuk membinasakan umat Islam. Hal ini kita bisa melihat peristiwa “Idul Fitri Berdarah” di tahun 1999.Sejarah terulang kembali umat Islam di Ambon Maluku dibantai oleh Salibis kembali. Kejadian-kejadian Ini merupakan sebuah fakta ambisi salibis serta kebencian mereka kepada umat Islam.
Maka sudah selayaknya umat Islam untuk mencegah terulangnya kembali pembantaian terhadap umat Islam, mereka harus merapatkan barisan untuk mengemban misi Islam ini. Ali bin Abu Thalib telah mengingatkan kita “Al haqqu bilaa nidzaam yaghlibuhu bathil bi nidzaam” yang artinya “Kebenaran tanpa terorganisasi akan dikalahkan kebathilan yang terorganisasi”.
Dahulu, di Banda Naira pernah terjadi pembantaian yang dilakukan kolonial Belanda dalam melancarkan Misi mereka. Misi Belanda itu dikenal 3G (Gold, Glory, and Gospel).Gold keinginan untuk mengumpulkan kekayaan, Glory keinginan untuk mendapatkan wilayah jajahan, Gospel keinginan untuk menyebarkan agama Kristen. Kolonial Belanda dalam melancarkan misinya menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan. Namun, kisah pembantaian ini banyak yang tidak diketahui umat Islam disebabkan adanya distorsi sejarah atau memang buta akan sejarah masa lalu.
Banda Naira atau Banda Neira adalah satu pulau di kepulauan Banda. Tempat ini biasa dikenal dengan kecamatan Banda yang berada di Kabupaten Maluku Tengah. Kecamatan Banda terbagi dalam 6 desa yaitu Dwiwarna, Kampung Baru, Merdeka, Nusantara, Rajawali dan Tanah Raja.
Banda Naira dahulu menjadi pusat perdagangan rempah-rempah yang mempunyai nilai jual yang tinggi di Dunia. Namun, keamanan dan ketentraman penduduk di Banda Naira terusik dengan kedatangan Belanda. Dimana Belanda telah membentuk persekutuan dagang yang dikenal dengan VOC (VereenigdeOostindische Compagnie).
Genosida Penduduk Banda
Jan PieterzoonCoen, merupakan seorang gubernur Jendral VOC yang dikenal Kejam. Pada 27 Februari 1621 ia bersama pasukannya tiba di Benteng Nassau. Bangunan ini menjadi saksi bisu kekejaman J.P Coen di Banda. Coen datang dengan membawa satu armada yang terdiri dari 13 buah kapal besar, 36 buah perahu kecil buatan jawa dan 1.000 serdadu.
Selain itu, Coen juga membawa 286 orang hukuman dari Jawa yang ditugaskan sebagai pendayung kapal, ditambah lagi 100 orang serdadu sewaan dari Jepang. Tujuan mereka adalah untuk menciptakan monopoli perdagangan pala. Sejak zaman Coeninilah VOC di Asia benar-benar menyadari bahwa hanya ada satu cara untuk memperkokoh kekuasaannya dengan menghancurkan semua yang merintanginya. (Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2008, M. C.Ricklefs, hal 56-57).
Operasi penaklukan Banda dimulai pada 3 Maret 1621. J.P Coen dan pasukannya mulai menyerang Banda besar dipagi hari tanggal 11 Maret 1621. Hanya dalam sehari semalam mereka berhasil menguasai seluruh pulau itu. Desa Selamon – tempat awal Islam masuk ke Banda – dijadikan markas besar VOC disana.
Selain menguasai desa, mereka juga menyita balai desa untuk digunakan sebagai kantor Gubernur Banda yang baru yaitu Kapten Martin ‘t Sionck. Belanda juga menjadikan masjid disebelah balai untuk dijadikan penginapan pasukan serdadu Belanda.
Melihat penistaan terhadap tempat ibadah umat Islam ini. Orang Kaya -gelar untuk pemuka adat atau orang disegani diantara rakyat Banda – menolak masjid digunakan sebagai penginapan pasukan Belanda. Namun, Sionck tidak peduli dengan tanggapan orang kaya tersebut. Bahkan, ia juga tidak mengizinkan orang kaya dan penduduk desa menggunakan masjid sebagai tempat beribadah.
Pada malam 21 April 1621, lampu gantung dalam masjid terlepas dan jatuh ke lantai. Akibat kejadian ini, Sionck panik kemudian membangunkan perwira, pengawal dan para penjaga untuk mencari penyebab jatuhnya lampu itu. Sampai akhirnya, seorang anak kecil keponakan dari istri Orang Kaya Kalabahamengatakan bahwa jatuhnya lampu merupakan tanda untuk bersiap-siap menyerang pasukan Belanda.
Hanya mendapatkan informasiyang belum tentu kebenarannya itu dan bisa jadi anak kecil itu hanya asal ngomong saja. J.P Coen menangkap beberapa Orang Kaya Banda. Kemudian mereka dipaksa mengaku akan mengadakan persekongkolan menyerang Belanda. Satu kurungan bambu berbentuk bulat dibangun di luar Benteng Nassau. Delapan orang kaya paling berpengaruh digiring masuk kedalam kurungan. Kemudian mereka dibunuh oleh enam orang serdadu Jepang dengan menggunakan pedang yang tajam. Bahkan sampai-sampai jasad mereka dipotong-potong menjadi empat bagian. Ini menunjukkan betapa kejamnya penjajah Belanda.
Kemudian berikutnya 36 orang kaya lainnya dipenggal kepalanya, lalu dipotong-potong badannya. Setelah itu, potongan kepala dan badan ditancapkan pada ujung bambu untuk dipertontonkan kepada masyarakat Banda. Peristiwa ini memang sangat mengerikan.
Pembantaian 44 Orang Kaya Banda ini terjadi pada tanggal 8 Mei 1621. Menurut saksi mata, seorang Letnat Laut NecolasVan Waert, dimana ia menyaksikan dengan penuh kecemasan dan ketakutan. Ia mengatakan ke-44 orang kaya itu tidak mengucapkan apa-apa sebelum eksekusi kecuali satu orang yang bertanya, “Apakah tuan-tuan tidak merasa berdosa?” Barangkali kata ini sama sekali tidak pernah terlintas di benak J.P Coen yang dia pikirkan adalah kekuasaan. Ia tidak peduli untuk mencapai itu harus terjadi pertumpahan darah.
Nama-nama Orang Kaya yang dibantai atas perintah J.P Coen itu ditulis dalam dokumen sejarah atas laporan J.P Coen dalam buku ‘Coen Op Banda’ (Coen di Banda). Selain itu, tercatat pula 6.000 orang Banda dibunuh, 789 orang Banda diasingkan secara paksa ke Batavia – sekarang Jakarta, 1.700 orang Banda melarikan diri.
Ambisi Salibis
Konon sejarah pemusnahan rakyat Banda ini atas perintah dari De heeren XVII – Para Direktur VOC di Amsterdam – pada tahun 1915. Mereka mengatakan bahwa keberhasilan untuk menjajah kepulauan Banda dan menguasai rempah disana adalah dengan cara menghabiskan atau menghilangkan pimpinan yang dituankan rakyat secara besar-besaran. Sehingga rakyat yang tertinggal tidak mempunyai pemimpin perlawanan. (Maryam RL Lestaluhu, Sejarah Perlawanan Masyarakat Islam Terhadap Imperialisme di Daerah Maluku,hlm. 95—102)
Belajar dari sejarah pembantaian umat Islam di Banda ini. Telah memberitahukan kepada kita wajah asli orang-orang kafir dimana mereka senantiasa tidak senang kepada umat Islam, bahkan mereka berusaha mengeluarkan umat Islam dari agamanya. Kalau umat Islam tidak mau, mereka akan kerahkan kekuatan untuk membinasakan umat Islam. Hal ini kita bisa melihat peristiwa “Idul Fitri Berdarah” di tahun 1999.Sejarah terulang kembali umat Islam di Ambon Maluku dibantai oleh Salibis kembali. Kejadian-kejadian Ini merupakan sebuah fakta ambisi salibis serta kebencian mereka kepada umat Islam.
Maka sudah selayaknya umat Islam untuk mencegah terulangnya kembali pembantaian terhadap umat Islam, mereka harus merapatkan barisan untuk mengemban misi Islam ini. Ali bin Abu Thalib telah mengingatkan kita “Al haqqu bilaa nidzaam yaghlibuhu bathil bi nidzaam” yang artinya “Kebenaran tanpa terorganisasi akan dikalahkan kebathilan yang terorganisasi”.

