Solusi Menghilangkan Bau Mulut di Bulan Ramadhan
Bulan
Ramadhan akan menghampiri kita. Bulan yang di dalamnya Allah Subhanahu
wa Ta’ala turunkan permulaan Alquran, bulan yang di dalamnya terdapat
malam yang lebih baik daripada 1000 bulan, amal-amal shalih
dilipatgandakan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup,
dan syaitan-syaitan dibelenggu.
Bulan yang Allah Ta’ala khususkan dengan menjadikan syariat puasa yang agung, rukun keempat dari rukun Islam yang lima. Puasa memiliki begitu banyak keutamaan dan hikmah, sehingga setiap muslim hendaknya bergembira dengan syariat ini dan menjalankannya dengan penuh iman dan mengharap balasan dari Allah Ta’ala semata.
Puasa merupakan ibadah dimana seorang hamba menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasanya, di antaranya makan dan minum dengan sengaja, sejak terbitnya fajar shodiq hingga terbenamnya matahari di senja hari.
Nah, kerap kali timbul ‘keluhan’ dari sebagian kaum muslimin mengenai bau yang timbul dari mulut mereka ketika berpuasa. Sebagaimana kita ketahui bersama, bau mulut memang membuat tidak nyaman, terlebih dalam pergaulan dengan manusia lainnya sehari-hari. Bau mulut merupakan salah satu hal yang dapat mengganggu manusia dan malaikat sekalipun. Bau mulut juga sering dihubungkan dengan pribadi yang kurang bersih.
Bahkan Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun sangat menghindarinya dengan sering-sering bersiwak, yakni ketika terjadi perubahan bau mulut. Namun saat puasa, dimana kita berhenti dari makan dan minum selama kurang lebih 14 jam, bau mulut ini seakan ‘tak terhindarkan’. Benarkah demikian?
Asal Bau Mulut
Mulut kita sesungguhnya adalah rongga yang ‘kaya’ akan mikroorganisme, seperti bakteri. Tentunya bakteri tersebut merupakan flora normal tubuh manusia, yang tidak akan menyerang dalam kondisi normal.
Pada saat berpuasa, mulut menjadi lebih kering akibat produksi air liur yang berkurang ketika tidak ada makanan, sehingga kondisi keasaman mulut meningkat dan bakteri tumbuh subur sehingga menyebabkan timbulnya bau pada mulut. Air liur yang mengalami stagnasi (tidak mengalir), dan air liur dengan keasaman yang meningkat juga dapat menyebabkan bakteri penyebab bau berkembang biak dengan pesat.
Adanya sisa makanan yang tertinggal di sela gigi dan semisalnya, dapat menjadi sumber bau, akibat fermentasi sisa makanan tersebut oleh bakteri anaerobik gram negatif di dalam mulut, yang menghasilkan komponen sulfur yang mudah menguap (volatil) seperti hidrogen sulfida dan metil mercaptan. Komponen inilah yang kurang sedap jika tercium.
Disamping itu, ada pula beberapa jenis makanan yang ketika terurai dalam lambung, mengeluarkan bau zat-zat yang terkandung dalam makanan tersebut ke paru-paru, dan menimbulkan bau saat nafas dihembuskan. Contohnya, saat konsumsi bawang putih.
Penyebab lain yang lebih serius adalah penyakit pada daerah mulut maupun penyakit sistemik. Contoh penyakit di daerah mulut adalah peradangan atau ulkus (borok) pada gusi, gigi berlubang, dan penyakit periodontal lainnya. Penyakit sistemik contohnya adalah diabetes, gagal hati, dan gagal ginjal.
Apakah Bau Mulut Saat Puasa Itu Berbeda?
Qudwah kita yang mulia, Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah Azza wa Jalla berfirman: ‘Seluruh amalan anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, maka sesungguhnya ia (puasa itu) untuk-Ku dan Aku-lah yang akan memberikan pahalanya. Puasa itu adalah perisai. Maka jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, janganlah ia berbuat rafats, dan jangan bersuara keras. Jika ada salah seorang yang mengajaknya berdebat atau memeranginya, hendaklah ia katakan: ‘Sesungguhnya saya sedang berpuasa’. Demi yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih baik di sisi Allah daripada aroma misk. Bagi orang yang berpuasa terdapat dua kegembiraan yang ia bergembira dengan keduanya: Ketika berbuka, ia gembira dengan berbukanya. Dan ketika berjumpa dengan Rabbnya, ia gembira dengan puasanya.” (Muttafaqun ‘alayhi)
Hadis di atas menunjukkan bahwa orang yang berpuasa akan memiliki bau mulut.
Namun bau mulut pada orang yang berpuasa terbagi menjadi dua, bau mulut yang penyebabnya terletak di daerah mulut, yakni di daerah gigi dan gusi dan bau mulut yang berasal dari kosongnya lambung dari makanan, karena kosongnya lambung dari makanan dapat menimbulkan bau yang tidak sedap. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan Ibnul Qayyim -rahimahullahu- dalam kitab “Ath Thibbun Nabawi“.
Terkait bau mulut saat puasa ini, Ibnul Qayyim -rahimahullahu- juga menyebutkan bahwa maksud penyebutan bau mulut disini bersifat anjuran untuk memperbanyak puasa, bukan anjuran agar mulut dibiarkan menjadi bau. Allah tidak bermaksud agar seorang hamba mendekatkan diri kepada-Nya dengan bau mulut yang busuk (saat berpuasa).
Lalu Bagaimana Mengatasinya?
Saudaraku seiman yang dirahmati Allaah Ta’ala, terdapat beberapa cara untuk mengatasi permasalan bau mulut ini, yakni bau yang memang asalnya dari mulut, di antaranya:
Cara berhenti merokok
Menghindari makanan yang berbau menyengat saat sahur dan berbuka. Makanan seperti bawang putih (mentah lebih berbau), petai, jengkol, dan sejenisnya merupakan jenis utama yang dapat menimbulkan bau pada nafas. Jika tidak dapat dihindari total, bisa disiasati dengan mengonsumsi buah segar setelah makan, semisal jeruk.
Bulan yang Allah Ta’ala khususkan dengan menjadikan syariat puasa yang agung, rukun keempat dari rukun Islam yang lima. Puasa memiliki begitu banyak keutamaan dan hikmah, sehingga setiap muslim hendaknya bergembira dengan syariat ini dan menjalankannya dengan penuh iman dan mengharap balasan dari Allah Ta’ala semata.
Puasa merupakan ibadah dimana seorang hamba menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasanya, di antaranya makan dan minum dengan sengaja, sejak terbitnya fajar shodiq hingga terbenamnya matahari di senja hari.
Nah, kerap kali timbul ‘keluhan’ dari sebagian kaum muslimin mengenai bau yang timbul dari mulut mereka ketika berpuasa. Sebagaimana kita ketahui bersama, bau mulut memang membuat tidak nyaman, terlebih dalam pergaulan dengan manusia lainnya sehari-hari. Bau mulut merupakan salah satu hal yang dapat mengganggu manusia dan malaikat sekalipun. Bau mulut juga sering dihubungkan dengan pribadi yang kurang bersih.
Bahkan Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun sangat menghindarinya dengan sering-sering bersiwak, yakni ketika terjadi perubahan bau mulut. Namun saat puasa, dimana kita berhenti dari makan dan minum selama kurang lebih 14 jam, bau mulut ini seakan ‘tak terhindarkan’. Benarkah demikian?
Asal Bau Mulut
Mulut kita sesungguhnya adalah rongga yang ‘kaya’ akan mikroorganisme, seperti bakteri. Tentunya bakteri tersebut merupakan flora normal tubuh manusia, yang tidak akan menyerang dalam kondisi normal.
Pada saat berpuasa, mulut menjadi lebih kering akibat produksi air liur yang berkurang ketika tidak ada makanan, sehingga kondisi keasaman mulut meningkat dan bakteri tumbuh subur sehingga menyebabkan timbulnya bau pada mulut. Air liur yang mengalami stagnasi (tidak mengalir), dan air liur dengan keasaman yang meningkat juga dapat menyebabkan bakteri penyebab bau berkembang biak dengan pesat.
Adanya sisa makanan yang tertinggal di sela gigi dan semisalnya, dapat menjadi sumber bau, akibat fermentasi sisa makanan tersebut oleh bakteri anaerobik gram negatif di dalam mulut, yang menghasilkan komponen sulfur yang mudah menguap (volatil) seperti hidrogen sulfida dan metil mercaptan. Komponen inilah yang kurang sedap jika tercium.
Disamping itu, ada pula beberapa jenis makanan yang ketika terurai dalam lambung, mengeluarkan bau zat-zat yang terkandung dalam makanan tersebut ke paru-paru, dan menimbulkan bau saat nafas dihembuskan. Contohnya, saat konsumsi bawang putih.
Penyebab lain yang lebih serius adalah penyakit pada daerah mulut maupun penyakit sistemik. Contoh penyakit di daerah mulut adalah peradangan atau ulkus (borok) pada gusi, gigi berlubang, dan penyakit periodontal lainnya. Penyakit sistemik contohnya adalah diabetes, gagal hati, dan gagal ginjal.
Apakah Bau Mulut Saat Puasa Itu Berbeda?
Qudwah kita yang mulia, Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah Azza wa Jalla berfirman: ‘Seluruh amalan anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, maka sesungguhnya ia (puasa itu) untuk-Ku dan Aku-lah yang akan memberikan pahalanya. Puasa itu adalah perisai. Maka jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, janganlah ia berbuat rafats, dan jangan bersuara keras. Jika ada salah seorang yang mengajaknya berdebat atau memeranginya, hendaklah ia katakan: ‘Sesungguhnya saya sedang berpuasa’. Demi yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih baik di sisi Allah daripada aroma misk. Bagi orang yang berpuasa terdapat dua kegembiraan yang ia bergembira dengan keduanya: Ketika berbuka, ia gembira dengan berbukanya. Dan ketika berjumpa dengan Rabbnya, ia gembira dengan puasanya.” (Muttafaqun ‘alayhi)
Hadis di atas menunjukkan bahwa orang yang berpuasa akan memiliki bau mulut.
Namun bau mulut pada orang yang berpuasa terbagi menjadi dua, bau mulut yang penyebabnya terletak di daerah mulut, yakni di daerah gigi dan gusi dan bau mulut yang berasal dari kosongnya lambung dari makanan, karena kosongnya lambung dari makanan dapat menimbulkan bau yang tidak sedap. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan Ibnul Qayyim -rahimahullahu- dalam kitab “Ath Thibbun Nabawi“.
Terkait bau mulut saat puasa ini, Ibnul Qayyim -rahimahullahu- juga menyebutkan bahwa maksud penyebutan bau mulut disini bersifat anjuran untuk memperbanyak puasa, bukan anjuran agar mulut dibiarkan menjadi bau. Allah tidak bermaksud agar seorang hamba mendekatkan diri kepada-Nya dengan bau mulut yang busuk (saat berpuasa).
Lalu Bagaimana Mengatasinya?
Saudaraku seiman yang dirahmati Allaah Ta’ala, terdapat beberapa cara untuk mengatasi permasalan bau mulut ini, yakni bau yang memang asalnya dari mulut, di antaranya:
Cara berhenti merokok
Menghindari makanan yang berbau menyengat saat sahur dan berbuka. Makanan seperti bawang putih (mentah lebih berbau), petai, jengkol, dan sejenisnya merupakan jenis utama yang dapat menimbulkan bau pada nafas. Jika tidak dapat dihindari total, bisa disiasati dengan mengonsumsi buah segar setelah makan, semisal jeruk.
Perhatikan
kebersihan mulut dengan baik. Sikatlah gigi atau gunakan siwak dengan
baik, bersihkan seluruh sisa makanan. Sela gigi yang sulit dijangkau
dapat dibersihkan menggunakan benang gigi (dental floss). Jangan lupa
pula membersihkan lidah, baik menggunakan pembersih khusus atau disikat
lembut. Bagian pangkal lidah merupakan tempat bercokolnya bakteri
penyebab bau mulut, maka pastikan tempat tersebut tidak terlewatkan.
Penggunaan mouthwash terlalu sering kurang disarankan, dan jika ingin,
maka pilihlah jenis yang non alkohol.
Hindari Rokok dan Alkohol.
Konsumsi air putih yang cukup, minimal 8 gelas per hari, bisa dibagi saat sahur dan berbuka.
Periksa
kesehatan gigi secara berkala, untuk mengecek adanya tanda-tanda
penyakit di daerah gigi dan mulut. Jangka waktu periksa yang dianjurkan
adalah setiap 6 bulan sekali, dan bisa lebih sering bagi mereka yang
memerlukan perawatan pada daerah gigi dan mulut.
Perhatikan
penyakit sistemik. Sebagaimana dikemukakan di atas. Penyakit sistemik
yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kondisi memburuk dan timbul pula
bau khusus.
Konsumsi
buah-buahan segar di saat sahur dan berbuka, lebih baik lagi jika buah
tersebut kaya vitamin C dan serat. Apel, bengkuang, jambu biji, jeruk,
dan tomat, diantaranya. Konsumsi buah dapat merangsang pengeluaran air
liur, dan vitamin C nya baik untuk daya tahan tubuh dan menekan
pertumbuhan bakteri.
Konsumsi
makanan probiotik, seperti yoghurt tanpa rasa. Makanan probiotik
membantu memelihara kesehatan pencernaan, dan mengurangi pertumbuhan
bakteri merugikan di dalam mulut.
Tips Terbaik Datang Dari Syariat
Saudara pembaca yang dirahmati Allah Ta’ala, setelah menilik tips-tips di atas, tentunya bisa kita lihat bahwa tips-tips tersebut berkisar saat sahur dan berbuka. Padahal kita juga membutuhkan solusi saat tengah berpuasa. Bagaimana caranya?
“Dari ‘Aisyah -radhiallahu ‘anha- bahwasanya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siwak itu menyucikan mulut dan mendatangkan keridhaan Rabb.” (HR. Nasa’i 1:10 dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya No.135, terdapat pula dalam Shahiihul Jaami’ No.3695)
Ya, dengan siwak. Siwak merupakan alat pembersih mulut, dari kayu tertentu, semisal kayu araak dan sejenisnya. Penggunaan yang terbaik adalah kayu siwak digunakan saat masih basah dicampur dengan air mawar. Siwak sebaiknya digunakan dengan proporsional, tidak digosokkan dengan berlebihan, sehingga menghilangkan kilau gigi.
Siwak memiliki banyak manfaat, di antaranya mengharumkan mulut, menguatkan gusi, mempertajam pandangan mata, menghilangkan dahak. menghilangkan gigi keropos, menyehatkan lambung, menjernihkan suara, membantu pencernaan, mempermudah berbicara, memberi semangat dalam membaca, berdzikir dan sholat, mengusir kantuk, membuat Allah ridha, mengagumkan para malaikat, dan memperbanyak amal kebajikan.
Bersiwak dianjurkan ketika bau mulut mengalami perubahan, dan dapat dilakukan meski tengah berpuasa, tanpa membedakan sebelum tergelincirnya matahari (tengah hari) atau sesudahnya.
“Dari Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu- bahwasanya Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Kalaulah bukan karena memberatkan ummatku -atau memberatkan manusia- niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak sholat.” (Muttafaqun ‘alayhi)
“Dari Anas -radhiallahu ‘anhu- ia berkata, Rasulullaah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Aku banyak sekali menganjurkan kalian bersiwak.’ ” (HR. Bukhari)
Syaikh Ibn Baz berkata, hadis-hadis tersebut (yakni hadis-hadis mengenai bersiwak) seluruhnya berhubungan dengan siwak. Dan siwak disyariatkan bagi mukminin dan mukminat ketika akan shalat, ketika berwudhu, dan waktu-waktu lainnya.
Bersiwak disukai untuk dilakukan pada saat-saat yang disebutkan di atas, padahal seorang yang berpuasa juga berwudhu, shalat, bangun dari tidur, dan mengalami perubahan bau mulut. Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengecualikan darinya saat berpuasa.
Siwak juga tidak mengurangi bau mulut yang berasal dari lambung, yang mana bau mulut itu sebenarnya lebih wangi disisi Allah Ta’ala, sebab siwak menghilangkan bau yang ada di dalam mulut, yakni sebab-sebab bau pada gigi dan gusi. Dan memang inilah usaha maksimal untuk menghilangkan bau mulut, sebab bau dari lambung yang kosong akan hilang karena makanan, padahal makan membatalkan puasa.
Siwak itu tidak merusak puasa, namun jika mengandung rasa dan bekas pada ludah tidak boleh ditelan, dan jika gusi berdarah akibat siwak maka darah tersebut tidak boleh ditelan.
Apakah Siwak Sama Dengan Menyikat Gigi Biasa?
Menyikat gigi biasa menggunakan pasta gigi, berbeda dengan siwak. menurut Syaikh ‘Utsaimin rahimahullahu, “Penggunaan sikat gigi beserta pasta dibolehkan, selama tidak sampai ke lambung. Namun, sebaiknya tidak digunakan karena pasta gigi mengandung zat-zat yang kuat yang bisa sampai ke lambung tanpa dirasakan oleh penggunanya. Lebih utama bagi yang sedang berpuasa untuk tidak melakukannya, untuk menghindari hal-hal yang dikhawatirkan dapat merusak puasa.”
Jika memang kesulitan memperoleh siwak, sikat gigi tanpa menggunakan pastanya dapat menjadi alternatifnya.
Wallahu Ta’ala a’lamu.
Alhamdulillahi bini’matihi tatimmu ash shalihat
Referensi:
Ath Thibbun Nabawi: Metode Pengobatan Nabi. Ibnul Qayyim Al Jauziyyah. Griya Ilmu:2004
Syarh Riyadush Shalihin. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin dan Syaikh ‘Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz. Daarul Aqidah. 1429 H.
Fatwa-fatwa Terkini jilid 1, Darul Haq, 2003
The Merck Manual Professional Edition (2012). versi digital
Tips Terbaik Datang Dari Syariat
Saudara pembaca yang dirahmati Allah Ta’ala, setelah menilik tips-tips di atas, tentunya bisa kita lihat bahwa tips-tips tersebut berkisar saat sahur dan berbuka. Padahal kita juga membutuhkan solusi saat tengah berpuasa. Bagaimana caranya?
“Dari ‘Aisyah -radhiallahu ‘anha- bahwasanya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siwak itu menyucikan mulut dan mendatangkan keridhaan Rabb.” (HR. Nasa’i 1:10 dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya No.135, terdapat pula dalam Shahiihul Jaami’ No.3695)
Ya, dengan siwak. Siwak merupakan alat pembersih mulut, dari kayu tertentu, semisal kayu araak dan sejenisnya. Penggunaan yang terbaik adalah kayu siwak digunakan saat masih basah dicampur dengan air mawar. Siwak sebaiknya digunakan dengan proporsional, tidak digosokkan dengan berlebihan, sehingga menghilangkan kilau gigi.
Siwak memiliki banyak manfaat, di antaranya mengharumkan mulut, menguatkan gusi, mempertajam pandangan mata, menghilangkan dahak. menghilangkan gigi keropos, menyehatkan lambung, menjernihkan suara, membantu pencernaan, mempermudah berbicara, memberi semangat dalam membaca, berdzikir dan sholat, mengusir kantuk, membuat Allah ridha, mengagumkan para malaikat, dan memperbanyak amal kebajikan.
Bersiwak dianjurkan ketika bau mulut mengalami perubahan, dan dapat dilakukan meski tengah berpuasa, tanpa membedakan sebelum tergelincirnya matahari (tengah hari) atau sesudahnya.
“Dari Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu- bahwasanya Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Kalaulah bukan karena memberatkan ummatku -atau memberatkan manusia- niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak sholat.” (Muttafaqun ‘alayhi)
“Dari Anas -radhiallahu ‘anhu- ia berkata, Rasulullaah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Aku banyak sekali menganjurkan kalian bersiwak.’ ” (HR. Bukhari)
Syaikh Ibn Baz berkata, hadis-hadis tersebut (yakni hadis-hadis mengenai bersiwak) seluruhnya berhubungan dengan siwak. Dan siwak disyariatkan bagi mukminin dan mukminat ketika akan shalat, ketika berwudhu, dan waktu-waktu lainnya.
Bersiwak disukai untuk dilakukan pada saat-saat yang disebutkan di atas, padahal seorang yang berpuasa juga berwudhu, shalat, bangun dari tidur, dan mengalami perubahan bau mulut. Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengecualikan darinya saat berpuasa.
Siwak juga tidak mengurangi bau mulut yang berasal dari lambung, yang mana bau mulut itu sebenarnya lebih wangi disisi Allah Ta’ala, sebab siwak menghilangkan bau yang ada di dalam mulut, yakni sebab-sebab bau pada gigi dan gusi. Dan memang inilah usaha maksimal untuk menghilangkan bau mulut, sebab bau dari lambung yang kosong akan hilang karena makanan, padahal makan membatalkan puasa.
Siwak itu tidak merusak puasa, namun jika mengandung rasa dan bekas pada ludah tidak boleh ditelan, dan jika gusi berdarah akibat siwak maka darah tersebut tidak boleh ditelan.
Apakah Siwak Sama Dengan Menyikat Gigi Biasa?
Menyikat gigi biasa menggunakan pasta gigi, berbeda dengan siwak. menurut Syaikh ‘Utsaimin rahimahullahu, “Penggunaan sikat gigi beserta pasta dibolehkan, selama tidak sampai ke lambung. Namun, sebaiknya tidak digunakan karena pasta gigi mengandung zat-zat yang kuat yang bisa sampai ke lambung tanpa dirasakan oleh penggunanya. Lebih utama bagi yang sedang berpuasa untuk tidak melakukannya, untuk menghindari hal-hal yang dikhawatirkan dapat merusak puasa.”
Jika memang kesulitan memperoleh siwak, sikat gigi tanpa menggunakan pastanya dapat menjadi alternatifnya.
Wallahu Ta’ala a’lamu.
Alhamdulillahi bini’matihi tatimmu ash shalihat
Referensi:
Ath Thibbun Nabawi: Metode Pengobatan Nabi. Ibnul Qayyim Al Jauziyyah. Griya Ilmu:2004
Syarh Riyadush Shalihin. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin dan Syaikh ‘Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz. Daarul Aqidah. 1429 H.
Fatwa-fatwa Terkini jilid 1, Darul Haq, 2003
The Merck Manual Professional Edition (2012). versi digital