Menista dan menolak Syari’ah menuai musibah dan bencana
MUQADDIMAH
Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, meminta tolong kepada-Nya,
memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada Allah dari
kejahatan jiwa-jiwa kita, dan amal-amal kita.
Barangsiapa yang Allah beri petunjuk maka tidak ada siapapun yang
menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan maka tidak siapapun yang
menunjukkannya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah
kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
“Wahai kaum mukmin, taatlah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya. Janganlah kalian mati, kecuali kalian sebagai muslim.“ (QS. Ali Imran 3: 102)
“Wahai manusia, taatlah kepada Tuhan kalian yang telah
menciptakan kalian dari diri yang satu, kemudian menciptakan
pasangannya dari diri yang satu itu. Dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan pertama itulah Allah mengembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Taatlah kepada Allah, Tuhan yang menjadi tumpuan
kalian ketika kalian meminta rahmat-Nya. Jagalah ikatan kerabat kalian.
Allah selalu mengawasi perbuatan kalian.” (QS. An Nisaa’ 4: 1)
“Wahai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan berkatalah
dengan perkataan yang benar. Dengan begitu, niscaya semua yang kalian
lakukan hasilnya akan menjadi baik dan dosa-dosa kalian akan diampuni
Allah. Siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia
memperoleh kemenangan yang sangat besar.” (QS. Al Ahzaab 33: 70-71)
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اما
بعد…َفإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ
هَدْيُ مُحَمَّدٍ ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، فَإِنَ كُلَّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ
فِيْ النَّارِ.
“Adapun sesudah itu, maka sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah,
dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi saw, dan sekuat-kuat tali
ikatan ialah kalimat taqwa, dan berhati-hatilah kamu dengan
perkara-perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru (dalam agama)
adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan berada
dalam neraka.” (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah)
PROGRAM HIDUP TAQWA
Kita bersyukur kepada Allah swt karena dengan izin dan karunia Nya
kita berada dalam majelis yang sangat dimuliakan Allah yaitu majelis
Ilmu, dengan iman dan ilmu Allah akan meninggikan derajat seorang
Mukmin, Allah swt berfirman:
“Wahai orang-orang beriman, apabila kalian diminta untuk
melonggarkan tempat-tempat duduk kalian dalam pertemuan, maka
longgarkanlah. Sebab Allah akan menjadikan kalian merasa lapang dalam
pertemuan itu. Apabila kalian diminta untuk berdiri guna memberi
kelonggaran kepada orang lain,” maka berdirilah. Sebab Allah akan
melebihkan orang-orang mukmin dan orang-orang yang diberi ilmu di antara
kalian beberapa derajat. Allah mengetahui semua perbuatan kalian.” (QS. Al Mujadilah 58: 11)
Marilah kita senantiasa meningkatkan taqwa, agar Allah Swt berkenan
memberi solusi atas problem yang kita hadapi. Marilah peningkatan taqwa
ini kita jadikan sebagai agenda hidup yang utama, agar menjadi manusia
ideal menurut Islam, seperti firman-Nya:
“Wahai manusia, sungguh Kami ciptakan kalian dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan. Kemudian Kami jadikan kalian
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kalian saling memahami.
Sungguh orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah
orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui lagi Mahaluas
ilmu-Nya.” (QS. Al-Hujurat, 49:13)
Adapun arti taqwa dapat difahami dari ucapan dua sahabat Nabi saw berikut ini:
1. Ibnu Mas’ud ra berkata:
التَّقْوَى هُو أَنْ تَعْمَلَ بِطَاعَةِ اللهِ عَلَى نُورٍ
مِنَ اللهِ تَرْجُو ثَوَابَ اللهِ وَأَنْ تَتْرُكَ مَعْصِيَةَ اللهِ عَلَى
نُورِ اللهِ تَخَافُ عِقَابَ اللهِ
Taqwa ialah kamu beramal dalam rangka mentaati Allah di atas
cahaya dari Allah dan mengharapkan pahala dari Allah dan kamu
meninggalkan maksiat terhadap Allah di atas cahaya dari Allah dan takut
kepada azab Allah.
2. Ali bin Abi Thalib ra berkata:
التَّقْوَى هُوَ الْخَوْفُ مِنَ الْجَلِيلِ وَالْعَمَلُ
بِالتَّنْزِيلِ وَالْقَنَاعَةُ بِالْقَلِيلِ وَالإِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ
الرَّحيِلِ
Taqwa ialah merasa takut kepada Yang Maha Agung, beramal atas apa
yang diturunkan (Qur’an dan Sunnah), merasa cukup dengan yang sedikit
(hidup sederhana), dan bersiap untuk perjalanan hari yang jauh (hari
kiamat) atau siap mati sebelum mati.
Di zaman kita sekarang ini, sedikit orang yang menjadikan taqwa
sebagai pola hidupnya, yaitu menjalani hidup di bawah naungan syari’at
Allah. Kebanyakan umat Islam adalah ‘Muslim Otodidak’ yang mengamalkan
Islam menurut pemahaman dan penghayatan pribadinya, sehingga adakalanya
benar dan lebih sering keliru memahami dan mengamalkan perintah
taqwallah.
Sebagai manifestasi pola hidup taqwa, Islam mengajarkan supaya
manusia menjalani kehidupan berdasarkan petunjuk Allah. Dan mengikuti
petunjuk Allah berarti menjalani kehidupan ini sebagai hamba Allah,
menyembah-Nya sesuai dengan yang diperintahkan-Nya, serta melaksanakan
syari’at Islam agar tercapai missi rahmatan lil alamin (kesejahteraan alam semesta), dan untuk tujuan ini Rasululllah saw diutus dengan Islam.
ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIN
Allah Swt berfirman:
“Wahai Muhammad, Kami utus kamu hanyalah untuk menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia.” (QS. Al Anbiya 21: 107).
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirul Qur’anil ‘adhim berkata: Allah
ta’ala mengabarkan bahwa Dia telah menjadikan Muhammad Saw sebagai
rahmat bagi semesta alam. Yaitu, Dia mengutusnya sebagai rahmat bagi
kalian semua. Barangsiapa yang menerima dan mensyukuri nikmat
ini, niscaya dia akan berbahagia di dunia dan di akhirat. Sedangkan
barangsiapa yang menolak dan menentangnya, niscaya dia akan merugi dunia
dan akhirat.
Imam Muslim didalam Shahihnya meriwayatkan bahwa
Abu Hurairah ra berkata: “Ya Rasulullah! Sumpahilah orang-orang musyrik
itu.” Beliau bersabda:
إِنِّي لَم أُبعَث لَعَّانًا وّإِنَّمَا بُعِثتُ رَحمَةً .
“Sesungguhnya Aku tidak diutus sebagai orang yang melaknat. Aku diutus hanya sebagai rahmat”. (HR. Muslim)
Sahabat Ibnu ‘Abbas r.a, berkata dalam menafsirkan QS. Al Anbiya 21: 107:
Wahai Muhammad, Kami utus kamu hanyalah untuk menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia. Maksudnya “Barangsiapa
yang mengikutinya, niscaya hal itu menjadi rahmat di dunia dan di
akhirat. Dan barangsiapa yang tidak mengikutinya, niscaya dia akan
ditimpa suatu ujian yang akan menimpa seluruh umat berupa bencana alam,
perubahan bentuk dan fitnah”.
Maka yang dapat difahami dengan kalimat: Nabi Muhammad Saw adalah
Rahmatan Lil Alamin ialah: Apabila Risalah beliau yaitu Risalah Islam
(Syari’ah Islam) diterima, diyakini dan diamalkan oleh manusia sebagai
konstitusi hidup, baik secara pribadi, keluarga, masyarakat dan
negara.Tanpa penerimaan dan pengamalan Islam secara totalitas mengikut
syari’ah nya, maka Islam atau Risalah Nabi Muhammad itu tidak akan
pernah menjelma menjadi Rahmatan Lil ‘alamin yaitu: Keselematan dan
kesejahteraan bagi seluruh alam semesta.
Al Qur’an banyak menyebut bahkan memberi ancaman yang sangat keras kepada orang-orang yang menolak sunnah Rasulullah beliau:
“Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian memanggil Rasul
dengan nama dirinya seperti kalian memanggil sesama kalian. Allah
mengetahui orang-orang yang yang pergi dengan sembunyi-sembunyi
meninggalkan tempat pertemuan kalian. Orang-orang yang menyalahi
perintah Rasul Allah, hendaklah mereka takut ditimpa malapetaka di dunia
atau adzab yang pedih di akhirat.” (QS An Nur 24: 63)
Firman Nya lagi:
“Wahai Muhammad, Allah sama sekali tidak akan menurunkan adzab
kepada kaum kafir Quraisy selama kamu berada di tengah-tengah mereka.
Dan Allah tidak akan mengadzab mereka selama mereka mau memohon ampun
kepada-Nya.” (QS Al Anfal 8: 33)
Firman Nya lagi:
“Siapa saja yang menentang agama tauhid yang dibawa Rasul Allah
setelah jelas bukti kebenaran baginya, dan ia tetap mengikuti agama
selain agama tauhid yang diikuti kaum mukmin, Kami akan biarkan dia
berpaling ke jalan sesat yang disukainya. Kami akan masukkan dia ke
dalam neraka Jahanam. Neraka Jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat
tinggal.” (QS An Nisa’ 4: 115)
INDONESIA, NEGERI 1001 MUSIBAH
Situasi dan kondisi bangsa Indonesia hari ini, bagai berdiri ditepi
jurang pada malam gelap gulita. Berbagai musibah alam dan kejadian
memilukan, telah membuat rakyat negeri ini kebingungan menghadapi banyak
persoal- an hidup, dan mengkhawatirkan persoalan-persoalan yang akan
datang berikutnya.
Barangkali benar, bangsa Indonesia tengah menuai akibat perbuatan
mungkarat yang dilakukan manusia-manusia tidak bermoral, pejabat yang
zalim, ingkar dan tidak tunduk pada aturan Allah dalam menyuburkan bumi
dan mengelola negeri ini. Seakan tidak ada tempat tinggal yang aman dan
nyaman untuk didiami.
Menurut Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 83 persen
wilayah Indonesia rawan bencana. Dalam kurun waktu 381 tahun sejak 1629
hingga 2010, tsunami sudah terjadi sebanyak 171 kali di Indonesia. Dan
dalam sepuluh tahun terakhir, ada lebih dari enam ribu bencana terjadi
di Indonesia.
Ibarat kata, rakyat Indonesia terus menerus dikejar-kejar bencana, di
dalam negeri hingga mancanegara. Lihatlah nasib TKI dan TKW, berapa
banyak di antara mereka yang dianiaya atau diperkosa
majikannya;dipotong-potong bagian tubuhnya dan dibunuh dengan sadis
,demikian juga nasib calon jamaah haji kita pun setiap tahun tak henti
dirundung sial. Ada yang ditimpa kelaparan, juga kehilangan barang
bawaan di pemondokan; bahkan banyak yang tidak bisa berangkat ke tanah
suci sekalipun sudah melunasi ONH dan memegang visa.
Pertanyaannya, mengapa negeri kita kian akrab dengan adzab dan kian
jauh dari rahmat Allah? Alangkah bijaksana jika bangsa Indonesia
merenungkan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 96-100,
sebagai jawaban atas pertanyaan ini.
“Sekiranya penduduk berbagai negeri mau beriman dan taat kepada
Allah, niscaya Kami akan bukakan pintu-pintu berkah kepada mereka dari
langit dan dari bumi. Akan tetapi penduduk negeri-negeri itu mendustakan
agama Kami, maka Kami timpakan adzab kepada mereka karena dosa-dosa
mereka. Apakah penduduk berbagai negeri itu merasa aman akan datangnya
adzab Kami kepada mereka pada malam hari, saat mereka sedang tidur
nyenyak? Atau apakah penduduk berbagai negeri itu merasa aman akan
datangnya adzab Kami kepada mereka pada pagi hari, saat mereka sedang
bersenang-senang? Atau apakah mereka merasa aman dari adzab Allah? Hanya
kaum yang celaka saja yang merasa aman dari adzab Allah yang datang
secara tiba-tiba. Bukankah Allah telah memberikan petunjuk kepada
generasi baru yang menggantikan nenek moyang mereka, yang negerinya
telah dibinasakan? Sekiranya Kami menghendaki untuk menghukum generasi
baru karena dosa-dosa mereka, dan Kami kunci mati hati mereka, niscaya
mereka tidak akan dapat mendengar peringatan para rasul Kami kepada
mereka.” (QS Al A’raf, 7: 96-100)
Perilaku umat yang kering dari ajaran agama akan menyuburkan
kemaksiatan dan kedurhakaan kepada Allah. Seperti dikatakan seorang
ulama, Hasan Albasri:
“Seorang mukmin mengerjakan amal taat dengan hati dan perasaan yang
senantiasa takut pada Allah, sedang orang yang durhaka berbuat maksiat
dengan rasa aman.”
SEBAB-SEBAB MUSIBAH
A. Berdasarkan kitab Allah
Pertama : Karena manusia berbuat dzalim dan sombong, syirik serta tidak bersyukur kepada Allah Swt dan Rasul Nya.
Al Qur’an menjelaskan perkara-perkara itu dengan tegas, sebagaimana firman-Nya:
“Apakah para penghuni surga ini yang dahulu kalian hinakan dan
kalian katakan bahwa mereka tidak akan mendapatkan rahmat Allah?” Allah
berfirman kepada mereka: “Sekarang silahkan kalian masuk ke surga.
Kalian tidak akan merasa takut sedikit pun dan tidak akan merasa sedih
di dalam surga.” (QS. Al A’raf, 7: 94)
“Wahai Muhammad, Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri
itu sebelum umat di ibu kota negeri-negeri itu kedatangan seorang rasul
untuk membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka. Kami hanya membinasakan
negeri-negeri yang penduduknya berbuat syirik dan kafir.”(QS. Al Qhashash, 28 : 59)
“Wahai Muhammad, Tuhanmu sama sekali tidak patut membinasakan
negeri-negeri dengan cara zhalim selagi penduduknya beramal shalih.” (QS. Hud, 11: 117)
“Wahai kaum mukmin, Allah tidak akan memberikan adzab kepada
kalian, jika kalian taat dan beriman kepada-Nya. Di akhirat kelak,
Allah tetap memberikan pahala besar kepada kalian, sekalipun amal
shalih kalian sedikit. Allah Maha Mengetahui keadaan kalian.” (QS. An Nisaa, 4 : 147)
Dan firmanNya lagi:
“Wahai kaum mukmin, ingatlah ketika orang-orang munafik dan
orang-orang yang hatinya penuh kedengkian kepada kalian berkata:
“Orang-orang mukmin itu tertipu oleh agamanya.” Sungguh siapa saja yang
selalu bertawakal kepada Allah, Allah tidak akan jadikan dia hina.
Allah Mahaperkasa untuk membantu kaum mukmin, dan Mahabijaksana dalam
memberi kemenangan kepada kaum mukmin. Wahai Muhammad, engkau akan
merasa ngeri sekiranya dapat melihat saat para malaikat mencabut nyawa
orang-orang kafir, seraya memukuli wajah-wajah dan punggung-punggung
orang-orang kafir itu, dan berkata: “Wahai orang kafir, rasakanlah
adzab yang membakar.” Wahai orang-orang kafir, begitulah ketentuan Allah
bagi kalian, karena dosa-dosa yang telah kalian lakukan. Allah tidak
berlaku zhalim sedikit pun kepada hamba-Nya. Allah menghukum kaum kafir
Quraisy disebabkan dosa-dosa mereka mengingkari Al-Qur’an, sebagaimana
Allah dahulu telah menghukum kaum Fir’aun dan orang-orang sebelumnya.
Sungguh Allah Mahakuat menghancurkan orang kafir lagi Mahakeras
siksa-Nya. Begitulah ketentuan yang berlaku, karena Allah tidak akan
mengubah nikmat yang diberikan-Nya kepada suatu kaum, sampai kaum itu
sendiri yang merusak nikmat itu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. Kami binasakan kaum kafir Quraisy karena mendustakan
Al-Qur’an, sebagaimana kaum Fir’aun dan orang-orang kafir sebelumnya,
disebabkan dosa-dosa mereka. Kaum Fir’aun dahulu telah Kami tenggelamkan
karena kekafirannya. Semua golongan kafir itu telah berbuat zhalim.
Sungguh makhluk melata yang paling buruk di sisi Allah adalah
orang-orang kafir, karena mereka tidak mau beriman.” (QS. Al Anfal, 8: 49-55)
Ayat-ayat diatas menjelaskan jika pendduduk suatu negeri (rakyat dan
penguasanya melakukan pendustaan dan pendurhakaan, maka Allah akan
menghancurkan negeri itu sehancur-hancurnya atau Allah akan mengazab
penduduknya dengan azab yang pedih sebelum datangnya hari kiyamat.
Kedua: Orang-orang yang hidup mewah (para pemimipin
dan penguasa durjana),orang-orang kaya berbuat fasik dan tidakperduli
akan Peringatan untuk mentati syari’ah Allah Swt.
Allah Swt berfirman:
“Jika Kami berkehendak menghancurkan suatu negeri, Kami jadikan
orang-orang yang suka berbuat sesat di negeri itu sebagai pemimpin, lalu
pemimpin itu berbuat rusak di negerinya. Akibat perbuatan rusak
pemimpin mereka, turunlah adzab kepada mereka dan Kami hancurkan negeri
itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al Isra, 17: 16)
Makna Muthrafin:
Ibnu Abbas Ra dalam tafsirnaya menerangkan kalimat “muthrafiha” sebagai para pemimpin (ruasaaiha) dan pemimpin durhaka,se-wenang 2, yang sombong dan kejam (jabaabiratihaa) maupun orang-orang yang kaya (aghniyaaihaa). Dalam tafsir Al Wajiz diterangkan makna kalimat mutrafiha adalah al jabbarin (penguasa yang sewenang-wenang) dan al muluuk (para raja). Dan perintah agar taat kepada Allah itu dikhususkan kepada mereka karena yang lain hanyalah pengikut mereka.
Allah Swt menggunakan kata muthrafin pada ayat-ayat lain sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan.” (Qs. Al Waqiah: 45)
Ibnu Abbas Ra dalam tafsirnya mengatakan bahwa muthrafin maknanya adalah musrifin (orang-orang yang melampaui batas), atau mutana’imin (orang-orang yang menikmati), ataumutahayyirin (orang-orang yang bingung).
FirmanNya lagi:
“Wahai Muhammad, Kami telah mengirim rasul-rasul kepada umat-umat
sebelum kamu, ternyata mereka mendustakan rasul-rasul itu. Karena itu
Kami menimpakan penderitaan dan kesengsaraan kepada umat-umat itu agar
mereka mau tunduk kepada Allah. Mengapa orang-orang kafir tidak mau
tunduk kepada Allah ketika Allah timpakan bencana kepada mereka? Bahkan
orang-orang kafir itu hatinya semakin ingkar kepada Allah. Setan telah
memperdayakan orang-orang kafir, sehingga mereka mau mengikuti
angan-angan yang dibisikkan setan kepada mereka. Ketika orang-orang
kafir melupakan peringatan-peringatan yang diberikan Rasul Kami kepada
mereka, Kami bukakan pintu-pintu adzab bagi mereka dari segala penjuru.
Ketika mereka sedang bersenang-senang menikmati rezeki yang telah
diberikan kepada mereka, tiba-tiba Kami turunkan adzab, kemudian mereka
berputus asa dan bingung mencari jalan untuk menyelamatkan diri. Adzab
yang Allah turunkan kepada orang-orang kafir itu adalah hasil yang tidak
mereka harapkan, dan kelak orang-orang kafir yang telah berbuat zhalim
itu akan binasa. Semua ungkapan puji dan syukur hanyalah berhak
ditujukan kepada Allah, Pengatur dan penguasa alam semesta.” (Qs. Al An’am, 6: 42-45)
FirmanNya lagi:
“Sebelum kiamat tiba, setiap negeri yang penduduknya durhaka
kepada rasul Kami, pasti Kami hancurkan atau Kami mengadzab mereka
dengan adzab yang berat. Ketetapan itu telah termaktub secara tertulis
dalam catatan takdir.” (QS. Al Isra’ 17 : 58)
FirmanNya lagi:
“Adapun orang-orang kafir, tempat tinggal mereka adalah neraka.
Setiap kali orang-orang kafir ingin keluar dari neraka itu, mereka
dikembalikan lagi ke dalamnya. Kepada orang-orang kafir dikatakan:
“Rasakanlah adzab neraka yang di dunia dahulu selalu kalian dustakan.”
Kami pasti menimpakan adzab di dunia dan adzab yang lebih berat lagi di
akhirat kepada orang-orang kafir, agar mereka mau bertaubat kepada
Allah. Wahai Muhammad, siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang
mengingkari peringatan Al-Qur’an yang disampaikan kepada mereka? Allah
berfirman: “Sungguh Kami akan menuntut tanggung jawab orang-orang yang
berbuat dosa di dunia.”” (Qs. As Sajdah, 32: 20-22)
Ketiga: Kufur kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi dan Rasul-rasul Nya (ajarannya) serta menangkap para Ulama warasatul anbiya’ (pewaris para Nabi dan para mujahidin).
“Kaum Yahudi mengalami nasib hina di mana pun mereka berada.
Mereka hanya dapat selamat dari kehinaan jika mereka mau mengikuti
Islam dan menjalin persaudaraan sesama manusia dengan baik. Kaum Yahudi
patut mendapatkan kehinaan dari Allah dan merasakan penderitaan. Hal itu
terjadi karena mereka sejak dahulu ingkar kepada Taurat dan Injil.
Mereka juga membunuh nabi-nabi mereka dengan dalih yang tidak benar.
Mereka suka berbuat durhaka kepada Allah dan biasa melanggar syari’at
Allah.” (QS. Ali-Imran, 3: 112)
FirmanNya lagi:
“Mengapa orang-orang kafir Quraisy tidak mau mengembara di muka
bumi? Kemudian mereka memperhatikan akibat buruk dari keingkaran
orang-orang kafir sebelum mereka kepada rasul-rasul Allah. Orang-orang
kafir sebelum mereka dahulu lebih kuat, menguasai bumi dan
memakmurkannya lebih dari yang mereka lakukan. Rasul-rasul Allah datang
kepada orang-orang kafir dengan membawa mukjizat-mukjizat yang jelas.
Allah sedikit pun tidak berlaku zhalim kepada orang-orang kafir, tetapi
merekalah yang berlaku zhalim kepada diri mereka sendiri. Kemudian
mereka ditimpa adzab yang amat buruk, karena mereka telah mendustakan
mukjizat rasul-rasul Allah. Orang-orang kafir sebelum mereka selalu
memperolok-olok rasul-rasul Allah.” (Qs. Rum, 30 : 9-10)
Keempat: Para penguasa dan pembesar-pembesar kaum, menukar hukum Allah dengan hukumjahiliyah dan melempar hukum Allah dibelakang punggung mereka. Atau mereka mengambil sebagian hukum Allah dan menolak sebagian yang lain.
Allah Swt berfirman:
“Wahai Muhammad, hendaklah kamu mengadili perkara kaum Yahudi dan
Nasrani dengan syari’at yang Allah turunkan dalam Al-Qur’an. Janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka
supaya kamu tidak terpedaya oleh mereka, sehingga kamu meninggalkan
sebagian syari’at yang Allah turunkan kepada kamu. Jika mereka
meninggalkan sebagian syari’at itu, ketahuilah bahwa Allah berkehendak
menimpakan adzab kepada mereka karena dosa-dosa mereka. Sebagian besar
manusia itu benar-benar durhaka kepada Allah. Wahai Muhammad, apakah
orang-orang yang menolak syari’at Allah menginginkan kamu menerapkan
hukum jahiliyah bagi mereka? Siapakah yang hukumnya lebih baik daripada
syari’at Allah bagi kaum yang beriman?” (Qs. Al Maidah, 5: 49-50)
“…Wahai Bani Israil, apakah kalian beriman kepada sebagian
Taurat, tetapi kafir kepada sebagian lainnya? Balasan bagi sebagian
kalian yang berbuat demikian adalah kehinaan dalam kehidupan dunia. Pada
hari kiamat kelak mereka akan dimasukkan ke dalam adzab neraka yang
sangat pedih. Allah sama sekali tidak lengah mencatat semua perbuatan
kalian.” (Qs. Al Baqarah, 2: 85)
Ayat ini berkenaan dengan cerita orang Yahudi di Madinah pada
permulaan Hijrah. Yahudi Bani Quraizhah bersekutu dengan suku Aus, dan
Yahudi dari Bani Nadhir bersekutu dengan orang-orang Khazraj. Antara
suku Aus dan suku Khazraj sebelum Islam selalu terjadi persengketaan dan
peperangan yang menyebabkan Bani Quraizhah membantu Aus dan Bani Nadhir
membantu orang-orang Khazraj, sampai antara kedua suku Yahudi itupun
terjadi peperangan dan tawan menawan, karena membantu sekutunya. Tapi
jika kemudian ada orang-orang Yahudi tertawan, maka kedua suku Yahudi
itu bersepakat untuk menebusnya Kendatipun mereka tadinya
berperang-perangan.
“Wahai Manusia, bencana apa saja yang menimpa diri
kalian, maka bencana itu adalah hasil kerja tangan-tangan kalian. Namun
demikian amat banyak kesalahan-kesalahan kalian yang dimaafkan oleh
Allah.” (QS. As Syura, 42 : 30)
Kelima: Mengingkari nikmat-Nya dan menukarkan kenikmatan itu dengan kekafiran.
FirmanNya lagi:
“Wahai Muhammad, apakah kamu tidak melihat
orang-orang yang menukar keimanan kepada Allah dengan kekafiran, dan
membuka jalan kehancuran bagi kaum mereka? Jahanamlah tempat yang akan mereka masuki di akhirat, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat tinggal.”(QS. Ibrahim, 14 : 28-29)
Padahal seluruh nikmat yang telah diterima manusia asalnya dari Allah
swt, tetapi mereka tidak pernah mensyukurinya. Al Qur’an menjelaskan:
“Nikmat apa saja yang kalian terima, semuanya itu hanya
dari Allah. Jika kalian tertimpa malapetaka, tiba-tiba saja kalian
merunduk-runduk mohon pertolongan kepada Allah. Kamudian, apabila Allah
hilangkan malapetaka itu dari kalian, tiba-tiba sebagian dari kalian
kembali berbuat syirik dan kafir kepada Allah Tuhan mereka. Mereka
mengingkari semua nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka. Oleh
karena itu, sekarang kalian boleh bersenang-senang sementara. Tetapi di
akhirat kelak kalian pasti akan mengetahui akibat buruknya.” (QS. An-Nahl, 16 : 53-55)
“ Allah memberi contoh sebuah negeri yang dahulunya
aman dan tenteram, rezekinya datang ke negeri itu dari setiap penjuru
dengan baik, tetapi penduduk negeri itu kafir kepada nikmat-nikmat
Allah. Kemudian Allah timpakan kepada mereka derita kelaparan dan
ketakutan karena dosa-dosa mereka. Allah jadikan negeri itu sebagai
contoh buruk bagi segenap manusia.” (QS. An-Nahl, 16 : 112)
Keenam: Kesombongan intelektual dan Kecenderungan
masyarakat memilih serta mengikuti tradisi nenek moyang dengan ajaran
sesatnya yang bertolak belakang dari hidayah dan Sunnah Rasulullah Saw.
Allah Swt berfirman :
“Kaum musyrik Quraisy berkata kepada Rasul: “Jika kami
mengikuti Islam bersama kamu, kami akan diusir dari Makkah. Wahai
Muhammad, bukankah sejak dahulu Kami telah menjadikan Makkah ini tempat
yang aman bagi mereka? Mereka diberi segala macam buah-buahan sebagai
rezeki dari Kami. Akan tetapi sebagian kaum Quraisy tidak mau menyadari
nikmat Kami. Amat banyak negeri yang telah Kami binasakan.
Kehidupan di negeri-negeri itu aman dan sejahtera, kemudian hancur
berantakan. Negeri-negeri kaum yang durhaka itu tidak lagi ada yang
dapat ditinggali kecuali sedikit. Setelah negeri-negeri itu hancur,
Kamilah yang mewarisi negeri-negeri itu.” (QS. al-Qashash, 28: 57-58)
Lihatlah bagaimana kesombongan mereka, ketika diingatkan Allah swt,
bahwa pemimpin mereka tidak mengetahui apa-apa, namun tetap mereka
membabi buta mengikutinya dan menolak mengikuti kebenaran kitab Allah.
“Bila ada orang berkata kepada kaum kafir: “Wahai kaum kafir,
ikutilah ajaran yang telah Allah turunkan kepada Muhammad.” Mereka
menjawab: “Kami telah mengikuti ajaran yang kami peroleh dari nenek
moyang kami dahulu.” Wahai Muhammad, katakanlah: “Apakah kaum kafir
tetap akan mengikuti ajaran nenek moyang mereka sekalipun nenek moyang
mereka tidak mengetahui syari’at halal atau haram sedikit pun, dan
mereka itu bodoh?”” (QS. Al Baqarah, 2 : 170)
“Wahai kaum mukmin, peliharalah diri kalian dengan baik. Orang
yang sesat tidak akan merugikan kalian, jika kalian sudah mendapatkan
hidayah. Kelak kalian akan kembali kepada Allah, lalu di akhirat kelak,
Allah akan mengabarkan kepada kalian apa yang telah kalian lakukan di
dunia.” (QS. Al Ma’idah, 5 : 105)
“Wahai orang beriman, bila orang-orang kafir kamu ajak: “Ikutilah
ajaran yang telah Allah turunkan kepada Rasul-Nya.” Orang-orang kafir
menjawab: “Kami telah mengikuti tradisi yang kami warisi dari nenek
moyang kami.” Sekalipun tradisi nenek moyang mereka itu dari setan yang
mengajak manusia menuju adzab neraka Sa’ir.” (QS. Lukman, 31 : 21)
Demikianlah diantara ayat-ayat Allah yang menerangkan sebab-sebab
datangnya musibah dan bala bencana keatas manusia. Dan didalam Sunnah.
Rasulullah Saw juga menerangkan akan sebab-sebab musibah dan bala
bencana, antara lain:
B. Sebab-sebab Musibah berdasarkan Hadits:
Rasulullah saw telah menginfokan kepada ummatnya bahwa musibah dan
bala bencana akan menimpa mereka bila terjadi hal-hal berikut:
I. Berkata Ummu Salamah, istri Rasulullah Saw, aku mendengar Rasulullah Saw bersabda:
إِذَا ظَهَرَتْ الْمَعَاصِي فِي أُمَّتِي عَمَّهُمْ اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمَا
فِيهِمْ يَوْمَئِذٍ أُنَاسٌ صَالِحُونَ قَالَ بَلَى قَالَتْ فَكَيْفَ
يَصْنَعُ أُولَئِكَ قَالَ يُصِيبُهُمْ مَا أَصَابَ النَّاسَ ثُمَّ
يَصِيرُونَ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ
“Jika timbul maksiat pada ummatku, maka Allah akan menyebarkan azab-siksa kepada mereka.” Aku berkata : Wahai Rasulullah, apakah pada waktu itu tidak ada orang-orang shalih?Beliau menjawab: “ada!”. Aku berkata lagi: Apa yang akan Allah perbuat kepada mereka? Beliau menjawab: “Allah
akan menimpakan kepada mereka azab sebagaimana yang ditimpakan kepada
orang-orang yang berbuat maksiat, kemudian mereka akan mendapatkan
keampunan dan keredhaan dari dari Rabbnya.” (HR. Imam Ahmad)
II. Apabila terjadi lima perkara maka bersiaplah menerima azab Allah, Rasulullah saw bersabda:
كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا وَقَعَتْ فِيْكُمْ خَمْسٌ ، وَأَعُوذُ
بِاللهِ أَنْ تَكُونَ فِيْكُمْ أَوْ تُدْرِكُوهُنَّ : مَا ظَهَرَتِ
الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ يُعْمَلُ بِهَا فِيْهِمْ عَلاَنِيَةً إِلاَّ
ظَهَرَ فِيْهِمْ الطَّاعُونُ وَالأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ فِي
أَسْلاَفِهِمْ ، وَمَا مَنَعَ قَوْمٌ الزَّكَاةَ إِِلاَّ مُنِعُوْا
الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا ، وَمَا
بَخَسَ قَوْمٌ الْمِكْيَالَ وَالْمِيْزَانَ إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِيْنَ
وَشِدَّةِ الْمُؤْنَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ ، وَلاَ حَكَمَ
أُمَرَاءُهُمْ بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ اللهُ إِلاَّ سَلَّطَ اللهُ
عَلَيْهِمْ عَدُوَّهُمْ فَاسْتَنْفَدَ بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ ، وَمَا
عَطَّلُوا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِمْ إِلاَّ جَعَلَ اللهُ
بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ .
”Bagaimana kalian apabila terjadi lima perkara, dan aku
berlindung kepada Allah mudah-mudahan lima perkara itu tidak terjadi
pada kamu atau kamu tidak menjumpainya, yaitu,
- Tidaklah perbuatan zina itu tampak pada suatu kaum, dikerjakan secara terang-terangan, melainkan tampak dalam mereka penyakit ta’un dan kelaparan yang tidak pernah dijumpai oleh nenek moyang dahulu.
- Dan tidaklah kaum itu menahan zakat, melainkan mereka ditahan oleh Allah turunnya hujan dari langit, andai kata tidak ada binatang ternak tentu mereka tidak akan dihujani.
- Dan tidaklah kaum itu mengurangi takaran dan timbangan, melainkan mereka disiksa oleh Allah dengan kesengsaraan bertahun-tahun dan sulitnya kebutuhan hidup dan nyelewengnya penguasa.
- Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka itu menghukumi dengan selain kitab yang diturunkan oleh Allah, melainkan mereka akan dikuasai oleh musuh yang merampas sebagian kekuasaan mereka.
- Dan tidaklah mereka itu menyia-nyiakan kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya, melainkan Allah menjadikan bahaya di antara mereka sendiri.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
III. Apabila terjadi Lima Belas Perkara halallah baginya musibah:
Dari Ali bin Abi Thalib Ra berkata: Rasulullah Saw bersabda: ”Apabila umatku telah melakukan lima belas perkara, maka halal baginya (layaklah) ditimpakan kepada mereka bencana.”Ditanyakan, apakah lima belas perkara itu wahai Rasulullah?
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا فَعَلَتْ أُمَّتِي
خَمْسَ عَشْرَةَ خَصْلَةً حَلَّ بِهَا الْبَلاَءُ ، فَقِيلَ : وَمَا هُنَّ
يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : إِذَا كَانَ الْمَغْنَمُ دُوَلاً ،
وَالأَمَانَةُ مَغْنَمًا ، وَالزَّكَاةُ مَغْرَمًا ، وَأَطَاعَ الرَّجُلُ
زَوْجَتَهُ ، وَعَقَّ أُمَّهُ ، وَبَرَّ صَدِيقَهُ ، وَجَفَا أَبَاهُ ،
وَارْتَفَعَتْ الأَصْوَاتُ فِي الْمَسَاجِدِ ، وَكَانَ زَعِيمُ الْقَوْمِ
أَرْذَلَهُمْ ، وَأُكْرِمَ الرَّجُلُ مَخَافَةَ شَرِّهِ ، وَشُرِبَتْ
الْخُمُورُ ، وَلُبِسَ الْحَرِيرُ ، وَاتُّخِذَتْ الْقَيْنَاتُ
وَالْمَعَازِفُ ، وَلَعَنَ آخِرُ هَذِهِ الأُمَّةِ أَوَّلَهَا ،
فَلْيَرْتَقِبُوا عِنْدَ ذَلِكَ رِيحًا حَمْرَاءَ أَوْ خَسْفًا وَمَسْخًا .
Rasulullah Saw bersabda: “Apabila…
- Harta rampasan perang (maghnam harta milik negara) dianggap sebagai milik pribadi,
- Dan Amanah (jabatan-pemerintahan) dijadikan sebagai harta rampasan,
- Dan Zakat dianggap sebagai cukai (denda),
- Dan Suami telah menjadi budak istrinya
- Dan Anak telah Mendurhakai ibunya,
- Dan Mengutamakan sahabatnya dari pada kedua orang tuanya,
- Sehingga Berbuat zalim kepada ayahnya,
- Dan Terjadi kebisingan (suara kuat) dan keributan di dalam masjid (yang bertentangan dengan syari’ah),
- Dan Orang-orang hina, rendah, dan bejat moralnya menjadi pemimpin umat (masyarakat),
- Dan Seseorang dihormati karena semata-mata takut dengan kejahatannya,
- Dan Minuman keras (khamar) tersebar merata dimana-mana,
- Dan Laki-laki telah memakai pakaian sutera,
- Dan Penyanyi serta penari wanita bermunculan dan dianjurkan,
- Dan Alat-alat musik merajalela dan menjadi kebanggaan atau kesukaan,
- Dan Generasi akhir umat ini mencela dan mencerca generasi pendahulunya;
Apabila telah berlaku perkara-perkara tersebut, maka tunggulah
datangnya malapetaka berupa; taufan merah (kebakaran), tenggelamnya bumi
dan apa yang diatasnya ke dalam bumi (gempa bumi dan tananh longsor),
dan perubahan-perubahan atau penjelmaan-penjelmaan dari satu bentuk
kepada bentuk yang lain.” (HR. Tirmidzi, 2136)
Itulah perkara-perkara yang menyebabkan suatu negeri mengalami
kekacauan, kehancuran, kesempitan, kemelaratan, perseteruan, dan
perpecahan satu sama lainnya, antara rakyat dengan rakyat dan rakyat
dengan penguasa. Korupsi dan ketidakadilan merajalela, segala macam
penyakit bermunculan menimpa manusia, yang benar-benar menyulitkan dan
membinasakan kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.
MENYIKAPI MUSIBAH
Bangsa Indonesia patut berkabung, karena negeri kita tidak saja
terancam bencana alam. Tapi yang lebih memprihatinkan, negeri kita juga
terancam virus korupsi, dekadensi moral, kemiskinan, kerusuhan sosial
antar warga, narkoba, aliran sesat,pemurtatadan kaum Muslimin secara
nyata yang seakan-akan dilindungi penguasa bahkan penculikan,pembunuhan
warga dan jual beli anak.
Lebih memprihatinkan lagi, semakin sering musibah menimpa, masyarakat
luas malah semakin berani dan terbuka berbuat dosa. Segala musibah ini,
bukannya mendorong kita untuk taqarrub ilallah, menyadari dosa
dan kesalahan, lalu memperbaiki diri dengan meningkatkan amal
shalih,tunduk patuh dan merendah diri kepada Nya sebagaimana yang
diharapkan oleh Allah dalam firman Nya:
“Wahai Muhammad, Kami telah mengirim rasul-rasul kepada
umat-umat sebelum kamu, ternyata mereka mendustakan rasul-rasul itu.
Karena itu Kami menimpakan penderitaan dan kesengsaraan kepada
umat-umat itu agar mereka mau tunduk kepada Allah.” (Qs. Al An’am, 6: 42-45)
Tapi justru semakin ingkar dan memusuhi syari’at Allah. Di kalangan
masyarakat, nampaknya belum juga menyadari, bahwa segala derita dan
kesengsaraan yang kita alami, berkaitan erat dengan kemaksiatan dan dosa
yang merajalela.
Allah Swt berfirman:
“Bukankah Allah telah memberikan petunjuk kepada
generasi baru yang menggantikan nenek moyang mereka, yang negerinya
telah dibinasakan? Sekiranya Kami menghendaki untuk menghukum generasi
baru karena dosa-dosa mereka, dan Kami kunci mati hati mereka, niscaya
mereka tidak akan dapat mendengar peringatan para rasul Kami kepada
mereka.” (QS Al A’raf, 7: 96-100)
Ayat ini mempertanyakan cara kita menyikapi bencana yang datang
bertubi-tubi silih berganti. Apakah belum cukup untuk menyadarkan kita,
berapa banyak umat yang sebelum kita telah ditimpa bencana? Belumkah
cukup untuk mengingatkan kita, segala peristiwa bencana mulai Tsunami
Aceh Desember 2004, gempa bumi di jogjakarta (2006) hingga bencana
dahsyat Gempa tektonik 30 September 2009 di Padang, Sumatera Barat.
Bahkan di atas puing-puing jenazah mereka kita berjalan, menjadi kan nya
daerah wisata.
Kini dan tidak terlalu jauh dari sini (dekat yogyakarta), sejak 26
Oktober lalu,cuaca diliputi awan panas gunung merapi. Sungguh pedih,
menyaksikan korban anak-anak, orang tua dan wanita yang terpanggang bara
lahar pijar, awan panas dan debu merapi. Perkampungan penduduk luluh
lantak, sehingga memaksa lebih dari 100.000 orang dievakuasi, dan lebih
dari 100 orang meninggal. Sebelumnya 25 Oktober, lebih dari 400 orang
meninggal di Kepulauan Mentawai dan lebih dari 15.000 orang kehilangan
tempat tinggal akibat tsunami. Puluhan orang masih tidak ditemukan.
Begitupun, banjir yang melanda Wasior di Papua Barat menyebabkan
sedikitnya 148 orang meninggal.
Subhanallah, apa dosa rakyat Indonesia, sehingga terus menerus digoncang fitnah dan dilanda musibah?
Amirul Mukminin, Ali bin Thalib ra berkata: “Tidaklah turun bencana
kecuali diundang oleh dosa. Dan tidak akan dicabut suatu bencana kecuali
dengan tobat.”
Dosa yang dilakukan secara individu maupun kolektif di negeri ini
sungguh dahsyat. Di zaman orde lama, rakyat Indonesia digiring pada
ideologi Nasakom, sehingga kaum anti tuhan PKI hidup subur. Di zaman
orde baru, bangsa Indonesia ditaklukkan dengan asas tunggal pancasila,
yang kemudian atas tuntutan reformasi dihapuskan oleh Presiden BJ
Habibi. Pada saat ini, kezaliman dan korupsi merajalela. Dan di zaman
reformasi ini, berkembang aliran sesat dan melakukan deradikalisasi
Islam melalui terjemahan Alqur’an terbaru dengan misi liberalisme dan
sekularisme. Semua perbuatan ini adalah terkutuk yang mengundang murka
Allah.
Para pemimpin formal maupun informal, seharus- nya menjadi contoh
yang baik, bukan contoh yang buruk bagi rakyatnya. Sebab, para pemimpin
menjadi simbol kebangkitan atau kehancuran suatu bangsa. Merekalah yang
bertanggung jawab terhadap kerusakan dan penyelewengan-penyelewengan di
penjuru negeri yang mengakibatkan lahirnya kemungkaran kolektif secara
merata.
Di dalam Qur’an disebut model kepemimpinan di dunia ini ada dua, yaitu pemimpin yang mengajak kepada Nur dan pemimpin yang mengajak kepada Nar. Pemimpin yang mengajak pada Nur, digambarkan di dalam Al-Qur’an sebagai sosok yang memimpin rakyatnya ke jalan Allah.
“Kami jadikan masing-masing mereka sebagai pemimpin yang
memberikan petunjuk kepada manusia dengan izin Kami. Kami perintahkan
kepada mereka melakukan amal-amal shalih, menegakkan shalat dan
mengeluarkan zakat. Mereka semua senantiasa taat kepada Allah.” (Qs. Al-Anbiya, 21: 73)
Ketika para pemimpin menyimpang dari petunjuk Allah dan meninggalkan
syari’at Islam dalam menjalankan roda pemerintahan, mereka pasti membawa
rakyatnya mengikuti jalan syetan yang akan menjerumuskan mereka pada
malapetaka di dunia dan di akhirat. Karena itu, semestinya bangsa
Indonesia tidak mempercayakan nasib dan masa depan negeri ini pada
mereka yang akan mencelakakan rakyatnya:
“Kami telah menjadikan Fir’aun dan para pembesarnya
sebagai para pemimpin yang mengajak manusia ke neraka. Pada hari kiamat
kelak, mereka tidak akan mendapatkan penolong dari siksa neraka. Kami
timpakan laknat kepada Fir’aun dan para pembesarnya di dunia ini. Pada
hari kiamat kelak, mereka termasuk orang-orang yang diadzab di neraka.” (Qs. Al-Qashas, 28: 41-42)
Oleh karena itu, seruan untuk menegakkan Syari’at Islam di lembaga
negara, bukan saja untuk membebaskan manusia dari belenggu kemiskinan
dan penindasan. Tetapi juga untuk membebaskan umat dari ancaman siksa
Allah yang datang mungkin disaat kita sedang tidur, atau disaat kita
sibuk bermain-main di pagi hari; atau disaat yang kita tidak sangka,
yang tidak dapat dipantau sekalipun menggu- nakan teknologi canggih.
Pada saat negeri kita diguncang bencana seperti sekarang, alangkah
baiknya jika para pemimpin negeri ini belajar pada kebijakan khalifah
Umar Ibnul Khathab, tatkala rakyat yang dipimpinnya mengalami pacekelik.
Beliau yang bergelar Al-Faruq, telah meletakkan dasar-dasar semangat
saling membantu dan meringankan beban sesama, tentang bagaimana
seharusnya para pemimpin berbuat pada saat rakyatnya mengalami
penderitaan?
Pada masa kekhalifahan Umar Ibnul Khattab ra, pernah terjadi kemarau
panjang, diikuti bencana alam, gempa bumi dan angin badai. Akibatnya,
kelaparan merajalela, wabah penyakit melanda masyarakat dan hewan
ternak. Demikian sedih menyaksikan kondisi rakyatnya, sehingga beliau
bersumpah tidak akan makan daging dan minum susu sebelum bahan makanan
tersebut dinikmati oleh semua penduduk.
Umar yang Agung berusaha keras menundukkan ambisi pribadinya,
mengendalikan kepentingan diri dan keluarganya, demi mengutamakan
kepentingan rakyat yang lebih membutuhkan. Sehingga keluarlah ucapannya
yang terkenal: “Bagaimana aku dapat memperhatikan keadaan rakyat, jika
aku sendiri tidak merasakan apa yang mereka rasakan.”
Negeri ini sedang menantikan fajar menyingsing, sambil menelusuri
jejak yang dapat membimbing ke jalan hidayah. Adakah solusi atau jalan
keluar dari segala ancaman musibah ini?
Al-Qur’an menjelaskan, manusia akan dapat terbebas dari murka Allah,
asalkan mau mematuhi aturan-aturan Allah dalam bentuk ibadah, perilaku
sosial, termasuk dalam sistem pemerintahan. Jaminan ini termaktub dalam Qs. Al A‘raf ayat 96:
“Sekiranya penduduk berbagai negeri mau beriman dan taat kepada
Allah, niscaya Kami akan bukakan pintu-pintu berkah kepada mereka dari
langit dan dari bumi. Akan tetapi penduduk negeri-negeri itu mendustakan
agama Kami, maka Kami timpakan adzab kepada mereka karena dosa-dosa
mereka.” (QS Al A’raf, 7: 96-100)
Ayat ini menjelaskan, bahwa kunci pembuka gudang perbendaharaan Allah
( rezqi) dan pembebas dari bencana adalah iman dan taqwa. Artinya, jika
kita ingin menikmati indahnya Islam dan merasakan berbahagianya menjadi
Muslim, kerjakanlah perintah dan jauhi larangan Allah, ambil dan
manfaatkan yang Allah halalkan dan jauhi serta tinggalkan yang Allah
haramkan. Allah akan memberi berkah kepada rakyat yang beriman, taat dan
menjauhi syirik. Sebaliknya akan mengazab rakyat yang berbuat syirik,
maksiat dan mengingkari syari’at Allah.
PENUTUP
Demikianlah kajian makalah ini, dan marilah kita akhiri dengan
berdo’a, dengan meluruskan niat, membersihkan hati dan menjernihkan
fikiran. Semoga Allah memperkenankan do’a hamba-Nya yang ikhlas,
memperbaiki kehidupan kita, sehingga negeri ini menjadi baldatun thayyibatun warabbun ghafur, negeri dengan predikat ‘gemah ripah loh jinawi’ dan mendapat ampunan Allah Swt.
أَللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا ذُ نُوْبَنَا وَارْحَمْنَا إِنَّكَ
أَنْتَ أَرْحَمُ الّرَاحِمِيْنَ وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ
الْغَفُورُالَّرحِيْمِ ….
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami dan rahmatilah kami
sesungguhnya Engkaulah yang paling Penyayang diantara yang penyayang,dan
terimalah taubat kami,sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun dan
Maha Penyayang.Ya Allah, Ya Tuhan kami, janganlah Engkau siksa kami
karena kami lupa atau kami keliru. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau
bebankan perintah dan larangan kepada kami seperti yang telah Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah
Engkau bebankan perintah dan larangan kepada kami yang kami tidak
sanggup memikulnya. Maafkanlah kami atas kelemahan kami. Ampunilah kami
atas dosa-dosa kami. Sayangilah kami, Engkaulah Tuhan kami. Karena itu
tolonglah kami mengalahkan orang-orang kafir.
Wallahu’alam bish shawab…