Nama Anak Islmy
Islam mengajarkan kepada kita semua bahwa nama seseorang merupakan hal
yang penting. Karena nama, selain sebagai identitas juga akan memberikan
pengaruh baik buruknya terhadap kehidupannya kelak. Dalam memberikan nama anak yang baru lahir, Islam
mengajarkan agar nama yang diberikan kepada anak yang baru lahir
haruslah indah, enak di lisankan, mengandung makna yang mulia, memiliki
arti yang baik dan benar.
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ
تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ
وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا
تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan
(memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi
Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka
(panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.
Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi
(yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 33:5)
Imam Baihaqi di dalam kitab Dala'il-nya mengetengahkan sebuah hadis
melalui Huzaifah yang menceritakan; bahwa ketika malam perang Ahzab kami
lihat keadaan kami pada saat itu berbaris sambil duduk, sedangkan Abu
Sofyan bersama dengan golongan-golongan yang bersekutu dengannya berada
di daerah atas kota dan orang-orang Bani Quraizhah berada di bagian
bawah kota Madinah. Keadaan itu membuat kami merasa khawatir atas
keselamatan anak-anak dan istri-istri kami. Akan tetapi pada saat itu
belum pernah kami mengalami suatu malam hari yang sangat gelap seperti
saat itu dan belum pernah pula mengalami angin malam yang sekencang
malam itu. Maka pada saat itu juga orang-orang munafik meminta izin
kepada Nabi saw. seraya beralasan, "Sesungguhnya rumah-rumah kami tidak
terlindungi". Padahal rumah-rumah mereka bukanlah merupakan titik lemah.
Maka tiada seorang pun dari kalangan mereka yang meminta izin melainkan
Nabi saw. mengizinkannya, lalu dengan diam-diam mereka pergi
meninggalkan pos penjagaan. Tiba-tiba setelah itu Nabi saw. memeriksa
barisan kami seorang demi seorang. Ketika beliau sampai kepadaku, beliau
berkata, "Coba kamu pergi tinjaulah keadaan musuh, kemudian ceritakan
kepadaku keadaannya". Aku pun pergi, tiba-tiba di perkemahan mereka
terjadi angin yang sangat besar, yang hanya terjadi pada perkemahan
mereka saja. Demi Allah, sungguh aku mendengar suara batu-batu menimpa
perkemahan mereka dan angin itu memporak-porandakannya, sehigga menimpa
diri mereka sedangkan mereka pada saat itu mengatakan, "Mari kita
kembali, mari kita berangkat pulang kembali". Setelah itu aku kembali
menemui Nabi saw. dan menceritakan kepadanya semua yang aku lihat
tentang keadaan musuh. Lalu Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Hai
orang-orang yang beriman! Ingatlah akan nikmat Allah yang telah
dikaruniakan kepada kalian, ketika datang kepada kalian
tentara-tentara..." (Q.S. Al Ahzab, 9)
Dari Abu Dharr, yang mendengar Rosululloh berkata:
“Tidak ada orang yang sadar dirinya setelah
panggilan seseorang selain ayahnya, tetapi ia bersalah dari Kufr” (Riwayat oleh al-Bukhaari, 3371; Muslim, 61).
panggilan seseorang selain ayahnya, tetapi ia bersalah dari Kufr” (Riwayat oleh al-Bukhaari, 3371; Muslim, 61).
Nama adalah ciri atau tanda, maksudnya adalah orang yang diberi nama
dapat mengenal dirinya atau dikenal oleh orang lain. Dalam Al-Qur’anul
Kariim disebutkan;
“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan
(beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum
pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia” (QS. Maryam: 7)
Dan hakikat pemberian nama kepada anak adalah agar ia dikenal serta
memuliakannya. Oleh sebab itu para ulama bersepakat akan wajibnya
memberi nama kapada anak laki-laki dan perempuan 1). Oleh sebab itu
apabila seseorang tidak diberi nama, maka ia akan menjadi seorang yang majhul (=tidak dikenal) oleh masyarakat.
Waktu Pemberian Nama
Telah datang sunnah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang waktu pemberian nama, yaitu:
a) Memberikan nama kepada anak pada saat ia lahir.
b) Memberikan nama kepada anak pada hari ketiga setelah ia lahir.
c) Memberikan nama kepada anak pada hari ketujuh setelah ia lahir.
Pemberian Nama kepada Anak adalah Hak (Kewajiban) Bapak
Tidak ada perbedaan pendapat bahwasannya seorang
bapak lebih berhak dalam memberikan nama kepada anaknya dan bukan kepada
ibunya. Hal ini sebagaimana telah tsabit (=tetap) dari para
sahabat radhiallahu ‘anhum bahwa apabila mereka mendapatkan anak maka
mereka pergi kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam agar
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nama kepada anak-anak
mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan bapak lebih tinggi daripada
ibu.
Nasab Anak kepada Bapak bukan kepada Ibu
Sebagaimana hak memberikan nama kepada anak, maka
seorang anakpun bernasab kepada bapaknya bukan kepada ibunya, oleh sebab
itu seorang anak akan dipanggil: Fulan bin Fulan, bukan Fulan bin
Fulanah.
Allah Ta’ala berfirman:
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka…”
(QS. Al-Ahzab: 5)
Oleh karena itu manusia pada hari kiamat akan dipanggil dengan nama
bapak-bapak mereka: Fulan bin fulan. Hal ini sebagaimana diterangkan
dalam hadits dari Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma dari Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam 2).
Memilih Nama Terbaik untuk Anak
Kewajiban bagi seorang bapak adalah memilih nama
terbaik bagi anaknya, baik dari sisi lafadz dan maknanya, sesuai dengan
syar’iy dan lisan arab. Kadangkala pemberian nama kepada seorang anak
baik adab dan diterima oleh telinga/pendangaran akan tetapi nama
tersebut tidak sesuai dengan syari’at.
Tata Tertib Pemberian Nama Seorang Anak
1. Disukai Memberikan Nama Kepada Seorang Anak Dengan Dua Suku Kata,
misal Abdullah, Abdurrahman. Kedua nama ini sangat disukai oleh Allah
Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana diterangkan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi
wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud dll. Kedua nama
ini menunjukkan penghambaan kepada Allah Azza wa Jalla.
Dan sungguh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam
telah memberikan nama kepada anak pamannya (Abbas radhiallahu ‘anhu),
Abdullah radhiallahu ‘anhuma. Kemudian para sahabat radhiallahu ‘anhum
terdapat 300 orang yang kesemuanya memiliki nama Abdullah.
Dan nama anak dari kalangan Anshor yang pertama kali
setelah hijrah ke Madinah Nabawiyah adalah Abdullah bin Zubair
radhiallahu ‘anhuma.
2. Disukai Memberikan Nama Seorang Anak
Dengan Nama-nama Penghambaan Kepada Allah Dengan Nama-nama-Nya Yang
Indah (Asma’ul Husna), misal: Abdul Aziz, Abdul Ghoniy dll. Dan
orang yang pertama yang menamai anaknya dengan nama yang demikian
adalah sahabat Ibn Marwan bin Al-Hakim.
Sesungguhnya orang-orang Syi’ah tidak memberikan nama
kepada anak-anak mereka seperti hal ini, mereka mengharamkan diri
mereka sendiri memberikan nama anak mereka dengan Abdurrahman sebab orang yang telah membunuh ‘Ali bin Abi Tholib adalah Abdurrahman bin Muljam.
3. Disukai Memberikan Nama Kepada Seorang Anak Dengan Nama-nama Para Nabi.
Para ulama sepakat akan diperbolehkannya memberikan nama dengan nama para nabi3).
Diriwayatkan dari Yusuf bin Abdis Salam, ia berkata:
“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nama kepadaku Yusuf”
(HR. Bukhori –dalam Adabul Mufrod-; At-Tirmidzi –dalam Asy-Syama’il-).
Berkata Ibnu Hajjar Al-Asqolaniy: Sanadnya Shohih.
Dan seutama-utamanya nama para nabi adalah nama nabi dan rasul kita Muhammad bin Abdillah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Para ulama berbeda pendapat tentang boleh atau
tidaknya penggabungan dua nama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
dengan nama kunyahnya, Muhammad Abul Qasim.
Berkata Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah:”Dan
yang benar adalah pemberian nama dengan namanya (yakni Muhammad, pent)
adalah boleh. Sedangkan berkunyah dengan kunyahnya adalah dilarang dan
pelarangan menggunakan kunyahnya pada saat beliau shalallahu ‘alaihi wa
sallam masih hidup lebih keras dan penggabungan antara nama dan kunyah
beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam juga terlarang”4).
4. Memberikan Nama Kepada Seorang Anak Dengan Nama-nama Orang Sholih Dari Kalangan Kaum Muslimin.
Telah tsabit dari hadits Mughiroh bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda:
أنهم كانوا يسمون بأسماء أنبيائهم والصالحين (رواه مسلم).
“Sesungguhnya mereka memberikan nama (pada anak-anak mereka) dengan nama-nama para nabi dan orang-orang sholih” (HR. Muslim).
Kemudian para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam adalah penghulunya orang-orang sholih bagi umat ini dan
demikian juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari
akhir.
Para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
memandang bahwa hal ini adalah baik, oleh karena itu sahabat Zubair bin
‘Awan radhiallahu ‘anhu memberikan nama kepada anak-anaknya –jumlah
anaknya 9 orang- dengan nama-nama sahabat yang syahid pada waktu perang
Badr, missal: Abdullah,’Urwah, Hamzah, Ja’far, Mush’ab, ‘Ubaidah,
Kholid, ‘Umar, dan Mundzir.
Syarat-syarat dalam Pemberian Nama
a. Nama tersebut menggunakan bahasa arab
b. Nama tersebut dibangun dengan makna yang baik
secara bahasa dan syari’at. Oleh karenanya dengan adanya syarat ini
tidak boleh menggunakan nama-nama yang haram atau makruh baik dalam segi
lafadz ataupun maknanya. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam merubah nama-nama yang jelek menjadi nama-nama yang baik dari
segi lafadz dan maknanya.
Nama-nama yang Diharamkan
a. Kaum muslimin telah bersepakat terhadap haramnya
penggunaan nama-nama penghambaan kepada selain Allah Ta’ala baik dari
matahari, patung-patung, manusia atau selainnya, missal: Abdur Rasul
(=hambanya Rasul), Abdun Nabi (=hambanya Nabi) dll. Sedangkan selain
nama Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, misal: Abdul ‘Izza (=hambanya
Al-‘Izza (nama patung/berhala), Abdul Ka’bah (=hambanya Ka’bah), Abdus
Syamsu (=hambanya Matahari) dll.
b. Memberi nama dengan nama-nama Allah Tabaroka wa Ta’ala, misal: Rahim, Rahman, Kholiq dll.
c. Memberi nama dengan nama-nama asing atau nama-nama orang kafir.
d. Memberi nama dengan nama-nama patung/berhala atau sesembahan selain Allah Ta’ala, misal: Al-Lat, Al-‘Uzza dll.
e. Memberi nama dengan nama-nama asing baik yang berasal dari Turki, Faris, Barbar dll.
f. Setiap nama yang memuji (tazkiyyah) terhadap diri sendiri atau berisi kedustaan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
إن أخنع إسم عند الله رجل تسمى ملك الأملاك (رواه البخاري؛ مسلم).
“Sesungguhnya nama yang paling dibenci oleh Allah adalah seseorang yang bernama Malakul Amlak (=rajanya diraja)” (HR. Bukhori; Muslim).
g. Memberi nama dengan nama-nama Syaithon, misal: Al-Ajda’ dll.
Nama-nama yang Dimakruhkan
a. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama-nama orang fasiq, penzina dll.
b. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama perbuatan-perbuatan jelek atau perbuatan-perbuatan maksiat.
c. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama para pengikut Fir’un, misal: Fir’un, Qarun, Haman.
d. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama-nama
hewan yang telah dikenal akan sifat-sifat jeleknya, misal: Anjing,
keledai dll.
e. Dimakruhkan memberi nama anak dengan Ism, mashdar,
atau sifat-sifat yang menyerupai terhadap lafzdz “agama” (الدين) , dan
lafadz “Islam” (الإسلام), misal: Nurruddin, Dliyauddin, Saiful Islam
dll.
f. Dimakruhkan memberi nama ganda5), misal: Muhammad Ahmad, Muhammad Sa’id dll.
g. Para ulama memakruhkan memberi nama dengan nama-nama surat dalam Al-Qur’an, misal: Thoha, Yasin dll.
Jalan Keluar dari Pemberian Nama-nama yang Diharamkan dan yang Dimakruhkan
Jalan keluar dari kedua hal ini adalah merubah
nama-nama tersebut dengan nama-nama yang disukai (mustahab) atau yang
diperbolehkan secara syar’i. Dan untuk merubah nama ini kita dapat
mendatangi kementrian/depertemen yang mengurusi masalah ini.6)
Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
merubah nama-nama yang mengandung makna kesyirikan kepada Allah kepada
nama-nama Islamiy, dari nama-nama kufur kepada nama-nama imaniyah.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يغير الإسم القبيح إلى الإسم الحسن (رواه الترمذي).
“Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang jelek menjadi nama-nama yang baik” (HR. AT-Tirmidzi).
Demikianlah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah
nama-nama yang jelek dengan nama-nama yang baik, seperti beliau
shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama Syihab menjadi Hisyam
dll. Demikian juga kita mesti merubah nama-nama yang buruk menjadi
nama-nama yang baik, misal: Abdun Nabi menjadi Abdul Ghoniy, Abdur Rasul
menjadi Abdul Ghofur, Abdul Husain menjadi Abdurrahman dll.
Maraji’:
Tasmiyah Al-Maulud, karya: Asy-Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid
Catatan Kaki:
1) Marotib Al-Ijma’, hal: 154. Oleh Ibn Hazm.
2) Lihat Shahih Bukhori, bab: Maa Yad’u An-Naas Bi abaihim.
3) Lihat Syarh Shahih Muslim 8/437. Imam An-Nawawi rahimahullah; Marotib Al-Ijma’, hal: 154-155.
4) Zaadul Ma’ad, 2/347. Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah.
5) Maksudnya adalah memberikan nama anak dengan dua
nama, yang mana nama tersebut terdapat dalam satu orang. Misal Muhammad
Ahmad, nama Muhammad dan Ahmad dimiliki oleh satu orang, dan Ahmad
bukanlah nama bapaknya, pent.
6) Untuk di sini (Kuwait) kita dapat mendatangi Mahkamah, pent.
0 komentar: