Lion Of The Desert
Umar Mukhtar adalah seorang pejuang dari tanah Libia yang berjuang membebaskan negeri tersebut dari penjajahan Italia Fasis. Beliau adalah salah seorang pemimpin besar Gerakan Sanusiyah, sebuah gerakan spiritualitas Islam dan politik yang terbesar di Libia saat itu. Beliau dilahirkan di al-Bathnan pada 1862 (di riwayat lain 1858). Ayahnya, Mukhtar bin Umar, wafat saat berhaji. Sejak saat itu, pengurusan Umar dan saudaranya, Muhammad, dilakukan oleh Syaikh Husain al-Gharyani atas wasiat sang ayah.
Umar kecil bersekolah di madrasah kabilah lalu melanjutkan ke madrasah di Jaghbub. Madrasah di Jaghbub ini adalah madrasah ternama di daerah Libia yang melahrikan para ulama dan mubaligh terkemuka. Sejak masa mudanya Umar telah menunjukkan kepribadian yang baik, pemberani, baik dalam ibadah, dan cerdas. Bakat ini menarik Amir kedua Gerakan as-Sanusiyah, Muhammad Mahdi as-Sanusi.
Pada 1895, al-Mahdi meminta Umar untuk menjadi teman perjalanannya dari Jaghbub ke Kufrah. Kemudian pada 1897, al-Mahdi mengangkatnya menjadi pemimpin spiritual (kyai) unutk daerah Pegunungan al-Akhdar dekat Marj.
Saat penjajah Perancis menyerang pusat Gerakan Sanusiyah di Chad, Umar ikut dalam pertempuran mengusir penjajah perancis tersebut. Ia kemudian tinggal di Chad untuk melanjutkan perjuangan mengusir Perancis dan untuk mendidik umat.
Pada 1906, Umar diperintahkan Gerakan Sanusiyah untuk kembali ke tugasnya di Pegunungan al-Akhdar. Ia diminta kembali memimpin markas al-Qusuhur di sana. Namun kepulangannya tidak berlangsung lama karena kemudian Umar ikut bertempur melawan Penjajah Inggris yang hendak masuk dari perbatasan Mesir.
Saat Italia mulai menginvasi Libia pada 1911, terjadi perang dan Umar ikut di dalamnya. Umar kemudian mengkonsolidasikan gerakan perlawanan terhadap penjajahan. Setelah konsolidasi selesai, pada 1923 Umar menuju Mesir. Ia hendak menemui Amir ketiga Gerakan Sanusiyah, Muhammad Idris as-Sanusi, yang telah diungsikan ke sana. Ia hendak meminta pengarahan selanjutnya dari sang Amir. Sang Amir kemudian menugaskan Umar untuk memimpin perlawanan dan menunjuknya menjadi pemimin mujahidin. Maka kemudian Umar kembali ke Libia dan memulai perlawanan.
Umar mengatur perlawanannya dengan rapi, ia membentuk kamp-kamp militer untuk menjadi tempat latihan tempur dan juga pusat perlawanan. Seluruh rakyat Libia di kota dan di desa mendukung perjuangan ini. Bahkan penduduk di daerah-daerah yang dikuasai Italia Fasis pun masih mengirimkan shadaqah dan zakatnya untuk perjuangan para mujahidin.
Awalnya hasil pertempuran tidak begitu baik bagi Italia Fasis. Sekak 1911 hingga 1923 Italia Fasis hanya mampu menguasai daerah Ijadabiyah. Tetapi sejak tertangkapnya wakil Umar, yaitu Sayyid Hasan Ridha pada 1927, Italia Fasis mulai berhasil meluaskan daerah jajahannya. Ini juga karena faktor terjadinya pergantian kepemimpinan Fasis Italia di Libia.
Walaupun Italia Fasis telah memasifkan serangan, namun tidak dapat memadamkan perjuangan mujahidin Libia. Bahkan diberbagai pertempuran pihak perlawanan mendapatkan kemenangan. Musollini tidak puas dengan hasil ini hingga mengangkat pimpinan baru di Libia, Sicilliani. Sicilliani telah mencoba beberapa strategi yang tidak memperlihatkan hasil. Sehingga ia mengambil inisiatif mengajak berungding pihak perlawanan.
Perundingan Mujahidin denga Italia Fasis berlangsung beberapa kali, diwarnai dengan penghianatan, fitnah, dan berkelitnya fihak Italia Fasis. Suatu kesepakatan berhasil dicapai, tetapi kemudian fihak Italia Fasis meminta perundingan kembali, ini suatu contoh berkelitnya fihak Fasis Italia. Perundungan benar-benar berhenti setelah Fasis Italia melakukan penghianatan dengan menyerang pasukan Sayyid Hasan Ridha as-Sanusi dan menangkapnya. Sayyid Hasan kemudian diasingkan. Mujahidin yang tidak menerima penghianatan ini mengaktifkan kembali gerakan militernya.
Italia Fasis lalu mengganti pimpinan mereka di Libia, yaitu Jenderal Grazziani. Grazziani adalah salah serang jenderal Italia Fasis yang handal. Namun dia juga adalah jenderal yang kejam. Di Libia, ia menerapkan politik yang keras, diantaranya memusnahkan para ulama, membangun kamp konsentrasi, dan membentuk Mahkamah Pesawat Terbang yaitu sebuah pengadilan yang pura-pura adil untuk menjadi bedak muka menutupi borok Italia Fasis saja. Grazziani menghalalkan segala cara untuk menghentikan perlawanan Mujahidin, bahkan suatu waktu ia pernah bermaksud membakar hutan di Pegunungnan Al-Akhdar. Dengan berbagai siasat akhirnya Italia Fasis berhasil membumihanguskan Kufrah dan menghabisi penduduknya pada 13 Januari 1931. Pembantaian ini dan berbagai kekejian Grazziani terungkap ke Internasional sehingga Italia Fasis terus-terus berbohong untuk menghindari kemarahan internasional.
Jatuhnya Kufrah melemahkan gerakan perlawanan Umar, terlebih di saat itu ia juga telah terdesak oleh berbagai strategi Grazziani yang didukung tenaga penuh dari Pemerintah Fasis Musollini.
Umar ditawan Fasis Italia pada 1931 dalam sebuah pengepungan besar atas kelompok kecil pasukan Umar yang sedang melakukan perjalanan. Umar lalu dipenjara di Benghazi beberapa hari saja. Ia sempat bertemu dengan Grazziani dan menolak ajakan pembelotan oleh Grazziani yang terakhir kalinya. Saat itu, Sang Jenderal Fasis sendiri mengakui bahwa dalam pertemuan tersebut ia kagum ketika berhadapan dengan Umar, bahkan hingga merinding. Pada 15 September 1931 diadakan sidang atas Umar. Tetapi sidang ini kelihatannya hanya untuk melindungi muka Pemerintah Fasis. Hukuman yang akan diterima Umar agaknya sudah ditetapkan sebelum sidang dimulai. Sidang ini menjatuhkan vonis hukuman mati.
Pada Rabu, 16 September 1931 jam 9 pagi eksekusi terhadap Umar akan dilaksanakan. Pemerintah Fasis memaksa rakyat untuk menyaksikan peristiwa ini, mungkin sebagai bentuk teror atas mereka agar tidak melakukan perlawanan lagi. Saat menuju tiang gantungan sang mujahid agung ini terus mengucapkan dua kalimah syahadat. Saat tali gantungan dililitkan ke lehernya, Umar mengumandangkan azan dengan tenang. Lalu iapun membaca ayat: ”Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabb-mu dengan penuh ridha dan diridhai.” (al-Fajr: 27-28). Kemudian Alloh mengabulkan doa yang selalu diucapkan oleh Umar Mukhtar, ”Duhai Alloh, jadikanlah matiku di jalan perjuangan yang berkah ini”, Alloh telah menyaksikan (syahid) kewafatannya.Umar Mukhtar telah syahid mengorbankan nyawanya bagi perjuangan membebaskan tanah air dari penjajah Fasis.Semoga Alloh mengasihinya. Amin.
Di antara penulis di dunia Islam yang pernah berinteraksi dengan beliau adalah Amir Syakib Arselan yang berkorespondensi dengan beliau dan Muhammad Asad yang bertemu bahkan ikut dalam perjuangan beliau. (Ash-Shalabi, 2007, Umar Mukhtar).
Kezaliman Italia Fasis atas Libia, ditambah penghukuman mati Umar Mukhtar memicu reaksi dari dunia Islam. Terjadi boikot atas produk Italia, terutama peci merah tinggi. Aksi boikot ini meluas di dunia Islam, termasuk Indonesia saat itu. Umat Islam Indonesia melakukan boikot teradap peci merah khas Turki yang sebenarnya made in Italia itu.
0 komentar: